Pedalku.com – Menyelenggarakan maraton di kota yang pada akhir pekan macetnya luar biasa. Tantangan itulah yang harus dijawab penyelenggara Bandung Pocari Sweat West Java Marathon (BPSM) 2017. Secara umum event maraton untuk pertama kalinya di Kota Kembang, pada hari Minggu (30/7) itu terlaksana cukup baik. Apresiasi juga disampaikan peserta BPSM dalam berbagai media sosial. Namun tentu saja, ada tumbal kemacetan lalu lintas di sejumlah kawasan dan mengundang gerundelan urang Bandung.

Dalam catatan Pedalku.com, saat menjamu carbo loading peserta Tahura Trail Run 2017, Januari lalu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menegaskan, Bandung belum siap untuk menjadi lintasan lari maraton. “Paling tidak butuh waktu setahun untuk menyiapkan warganya. Sosialisasi harus lama,” katanya. Apalagi saat akhir pekan, ketika jalanan Kota Kembang itu semakin macet oleh wisatawan. Bahkan dia menyarankan, maraton di Jawa Barat sebaiknya jangan di kota Bandung tetapi di wilayah lainnya.

Tetapi hanya berselang dua-tiga bulan kemudian, Pocari Sweat mengumumkan pelaksanaan Pocari Sweat Run, yang biasanya digelar di Jakarta (pernah juga di Medan dan Surabaya), tahun ini di Bandung. Saat itu sempat juga tersiar kabar akan dilaksanakan Bandung Sundown Marathon yang diselenggarakan Harian Umum Pikiran Rakyat dan Bank Jabar. Namun event tersebut tidak jelas kelanjutannya.

Seorang track master mengungkapkan kepada Pedalku.com, bukan hal mudah untuk membuat rute maraton di Bandung. Apalagi sejumlah komunitas lari di Bandung tidak merekomendasikan membuat maraton di kotanya. Tetapi si track master berhasil melukis rute maraton dengan menghindarkan sejumlah rute yang dikenal macet setiap akhir pekan. Apalagi pihak penyelenggara menginginkan rute melewati sejumlah jalan historikal di Bandung, mulai race central di Gedung Sate lanjut menyusuri Jalan Asia Afrika melewati Gedung Merdeka dan Hotel Savoy Homan, serta Jalan Braga yang unik dengan gedung-gedung art deco warisan kolonial Belanda itu.

Para pelari bisa mengeksplorasi jalanan-jalanan Bandung dari sisi utara ke timur, pusat kota hingga barat kota. Apalagi banyak pelari dari berbagai kota yang menghabiskan masa mahasiswanya di kota Bandung. Lari di lintasan jalanan Bandung sekaligus bernostalgia dan mengingat jalan-jalan bareng kabogoh (kekasih) di masa lalu menjadi alasan lain.

“Rute full marathon memang menantang, tetapi rute half marathon paling menyenangkan,” kata seorang pelari dari Bandung Explorer (Bandrex) saat mengobrol di Gedung Sate, Sabtu (29 Juli) sore.

Tantangan membuat lintasan maraton di Bandung memang kemacetan. Kemacetan sudah terasa sejak Sabtu siang di sejumlah jalanan Bandung. Pihak kepolisian berhasil merekayasa lalu lintas dengan sistem buka tutup jalan. Saat pelari belum akan melintas di titik tertentu, jalan itu dibuka untuk umum. Sedangkan menjelang para pelari melintas dalam radius satu kilometer dari titik tersebut, jalan ditutup. Begitu seterusnya sampai pukul 13.00 WIB. Penutupan jalan sepanjang hari hanya dilakukan di race central, yakni di Jalan Diponegoro atau depan Gedung Sate .

Para marshal harus bekerja keras untuk mengamankan para pelari melintas. Memang ada beberapa pengemudi yang tidak sabar – seperti biasa—berteriak dan menekan klakson. Bahkan sempat terlihat seorang marshal “pasang badan” untuk mencegah kendaraan melintas di sebuah perlintasan. Tetapi banyak juga di antara pengguna jalan yang memberi semangat, dengan membuka kaca jendela mobilnya. Keramahan urang Bandung masih terasa dan para pelari berterima kasih untuk itu. Dengan sosialisasi yang lebih lama dan lebih baik, masyarakat akan mengerti dan mendukung lebih baik lagi event seperti ini. “Lebih baik daripada macet karena aksi unjuk rasa,” ujar seorang warga terkekeh.

Dengan sponsor utama air isotonik, Pocar Sweat, pos-pos hidrasi (water station) lumayan berlimpah di setiap dua kilometer. Tetapi karena hajatan maraton ini juga alat untuk promosi, di setiap pos hidrasi minuman isotonik itu lebih ditonjolkan walaupun air mineral juga tersedia. Ketersediaan pisang di lintasan half marathon, seingat Pedalku tersedia di KM 18 di sekitar Jalan L.L. R.E. Martadinata itu pun dihidangkan malu-malu. Hanya pelari yang awas saja, mengetahui ada sediaan pisang di pos hidrasi tersebut.

Waktu start full marathon pukul 5.15 pagi dan selanjutnya pukul 5.45 untuk kategori half marathon lumayan “siang” dan pelari terbukti terpapar di lintasan Bandung yang sudah tidak sejuk lagi. Beruntung Minggu itu cuaca Paris van Java bersahabat hingga sekitar pukul 9-an. Saran untuk melakukan start lebih awal, seperti pukul 3.00 atau 4.00 pagi sangat baik. Pelari bukan saja akan menikmati jalanan dengan udara Bandung yang sejuk dan bikin kangen itu, tetapi juga mereka akan terhindar dari asap knalpot kendaraan di jalanan. Selain itu dampak kemacetan, dengan penutupan jalan juga akan lebih diminimalisasi. Tetapi sepertinya itu tidak bisa dilakukan mengingat di Bandung sejak beberapa waktu lalu ada program Sholat Subuh Berjamaah bagi warganya.

Satu hal lagi yang perlu mendapat perhatian adalah, agar urang Bandung sebagai tuan rumah diajak lebih terlibat di event yang diikuti lebih dari 5.000 pelari itu. Penyelenggara sudah berupaya untuk menghadirkan sejumlah keriaan di sejumlah titik, seperti pertunjukan angklung, drum band serta kesenian tradisional. Akan tetapi sambutan dari warga Bandung di sepanjang jalan mungkin akan menambah suasana lomba lebih meriah. Water station komunitas hanya terasa di Jalan Cihampelas, tepat depan Eiger Store, di mana rekan-rekan Bandrex sangat heboh dan menjadi mood booster bagi para pelari yang sudah terkuras tenaganya.

Dengan sejumlah perbaikan, Pocari Sweat Bandung West Java Marathon akan menjadi event maraton kota yang ikonik dan layak menjadi agenda tahunan para pelari. Lari di Bandung akan ngangenin !

Rekomendasi Pedalku:

  • Race Central ***
  • Rute Lari ***
  • Pos Hidrasi ***
  • Refreshment ***
  • Marshal ***
  • Pengamanan ****
  • Medik ***
  • Medali ****
  • Jersey ***
  • RPC **
  • Keterlibatan warga **

(*  biasa, ** cukup, ***  bagus ****  bagus sekali *****  sempurna)

"Abah" Agus Hermawan

Lebih dikenal dengan panggilan Abah USH, Agus Hermawan (++ Follow Me at Instagram - @abah_ush) yang lama menjadi jurnalis Kompas (1989-2019) adalah seorang penggiat luar ruang. Kesukannya mendaki gunung sejak muda, menjadikan olah tubuh sebagai kebutuhannya. Bersepeda dan lari menjadi pilihan kesenangannya mengisi hari. Sejumlah maraton sudah diselesaikannya, termasuk world majors marathon (WMM) Tokyo Marathon, Berlin Marathon dan Chicago Marathon.

View all posts

Add comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Comments