Netfit.id, Jakarta – Di tengah wabah Covid-19, aktivitas virtual menjadi solusi agar motivasi tetap tinggi. Dalam olahraga lari, bermunculan banyak lomba lari virtual. Dari yang ditangani EO besar sampai yang diselenggarakan tim internal.

Lomba lari virtual tak melelahkan karena lebih dimaksudkan untuk membuat peserta tetap bergerak. Jadi meski jarak yang dilombakan jauh-jauh, mulai dari puluhan kilo hingga ratusan kilo, jarak itu bisa ditempuh dengan melakukan aktivitas berkali-kali.

Tentunya nuansa lomba tidak terasakan, karena peserta boleh lari di mana saja dan kapan saja dengan siapa saja asal masuk dalam ketentuan. Tidak ada suasana pengambilan ubarampe lomba (jersey dan BIB terutama), pelepasan peserta, serta pengalungan medali.

Jersey dan medali dikeluarkan dari biaya pendaftaan lomba yang biasanya gratis. Jadi kalau pingin dapat jersey dan medali ya nambah biayanya. Nanti keduanya akan dikirim via kurir beberapa waktu setelah peserta menyelesaikan lombanya.

Yang menjadi perhatian dalam virtual run adalah catatan waktu. Berbeda dengan lomba luring (offline) yang catatan waktu semua peserta dikendalikan panitia, dalam lari virtual catatan waktu sepenuhnya dikendalikan peserta. Dalam artian peserta berlari sambil mencatat waktu dengan ragam aplikasi yang ada, kemudian catatan waktu itu dilaporkan ke panitia.

Nah, proses pelaporan ini yang belum ada standar bakunya. Lomba yang menggandeng aplikasi virtual run seperti cause.id, 99 Virtual, atau 42 race biasanya menyelaraskan data catatan waktu itu dari aplikasi pelacak jejak yang populer, seperti Strava, Endomondo, atau Nike Fit Run.

Sementara yang berbasis web, ada yang menyelaraskan data catatan waktu menggunakan aplikasi pelacak jejak, ada pula yang manual dengan menyertakan foto tangkap layar aktivitas yang dilakukan. Ada juga yang lewat aplikasi pesan WhatsApp.

Di atas layar prosedurnya terlihat sederhana. Bahkan peserta tidak merasa diberi beban untuk memasukkan data catatan waktu. Ia berlari seperti biasanya. Menyalakan Strava atau jam tangan pintarnya untuk mencatat aktivitas lari. Setelah selesai dan dimatikan, sistem yang akan bekerja untuk memastikan hasil lari hari itu tayang di catatan waktu lomba lari virtual.

Di belakang layar bisa jadi ada gemuruh langkah persiapan panitia dalam menentukan bagaimana memperoleh catatan waktu peserta ini untuk kemudian dipajang di daftar catatan waktu panitia sehingga bisa diketahui siapa yang sudah selesai ikut lari virtual.

Salah satu gemuruh itu adalah menentukan aplikasi pelacak apa yang akan digunakan.

Lari Virtual Borobudur Marathon 2020 memperlihatkan dinamisasi gemuruh itu. Ketika lomba berubah ke virtual, soal aplikasi pelacak yag dipakai belum ditentukan. Sampai ada seorang teman yang enggak jadi mendaftar sebelum tahu pasti aplikasi pelacak apa yang dipakai.

Ketika akhirnya ditentukan hanya dua aplikasi pelacak yang dipakai (Google Fit) dan Garmin Connect, reaksi pun bertebaran mengemuka. Terutama ke Google Fit, aplikasi pelacak yang “kurang” begitu populer.

Google Fit adalah pesaing aplikasi serupa yang dikembangkan Apple, yaitu Apple Health. Namun, Google Fit mencoba melakukan pendekatan lain dengan antarmuka yang berbeda yang terlihat lebih sederhana.

Aplikasi ini berperan sebagai gudang penyimpanan data aktivitas penggunanya yang direkam melalui perangkat Android atau aplikasi yang menggunakan SDK Google Fit

Bagaimana penerapannya di lapangan? Pengalaman Netfitzen berikut ini bisa jadi jendela untuk melongok ternyata di balik layar, sistem pencatatan waktu tidak semulus yang dibayangkan.

Karena tidak memiliki jam pintar Garmin, untuk Virtual Borobudur Marathon aku menggunakan Google Fit. Melalui laman borobudurmarathon.com, aplikasi pelacak Google Fit sudah aku sambungkan pada 13 November 2020.

Minggu, 15 November 2020, aku pun berlari. Di ponsel aku nyalakan Endomondo karena itu yang tersambung ke Google Fit. Karena gak ada target harus selesai jam berapa, aku mencoba lari nyaman di zona 2 atau 3. Karena kurang latihan, 10 km terakhir sudah kombinasi antara jalan dan lari. Tapi dominan jalan kaki sih.

Alhasil, catatan waktu di Endomondo 6:20:52. Masih di bawah COT FM di lomba offline yang biasanya 7 jam.

Sore setelah mandi, makan siang, dan istirahat, aku mengecek ke laman borobudurmarathon.com untuk mengecek apakah hasil lari pagi – siang tadi sudah kecatat sistem milik laman BorobudurMarathon belum. Ternyata masih kosong. Yang kecatat malah aktivitas di tanggal 6 November 2020 dan berjarak sekitar 7 km.

Mengintip aplikasi Google Fit, aktivitas lari tadi pagi sudah masuk. Sumbernya dari Endomondo. Tapi mengapa belum sinkron di laman BorobudurMarathon.com?

Cek di IG-nya Borobudur Marathon ternyata aku tidak sendirian mengalami kasus seperti itu. Banyak yang memilih aplikasi Google Fit sebagai pengumpan catatan waktu ke laman BorobudurMarathon.com mengalami kendala data tidak masuk.

Agak malam, aku coba lagi masuk ke BorobudurMarathon.com. Kali ini lewat laptop. Jreng …. ternyata bisa. Data yang ada di Google Fit semua masuk! Tapi yang bikin bingung, untuk aktivitas lari tadi pagi terinput empat kali. Jaraknya sama, durasinya beda-beda. Aku milih yang durasinya paling lama. Lalu klik konfirmasi.

Hasilnya … beginilah!

Dengan catatan seperti itu, aku pun bisa mengalahkan Betmen Manurung yang podium 1 kategori FM Elite Race Borobudur Marathon 2020 dengan catatan waktu 02:42:25.

Ternyata tidak mudah ya membikin lomba virtual run. Netfitzen ada yang mengalami hal serupa? Silakan berbagi sembari menunggu keterangan dari panitia karena lomba ini masih berlangsung sampai akhir bulan.

GuSSur

Menghidupi setiap gerak dan mensyukuri setiap jejak.

View all posts

Add comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Comments