Sepintas sepeda MTB 29″ tak berbeda jauh dengan sepeda MTB 26″. Baru terlihat ketika ban dicopot dan dimasukkan ke angkutan umum untuk dibawa ke suatu tempat titik awal sebuah track. Semisal di kawasan Puncak, yang banyak goweser menaruh mobil pribadinya di Gadog, Ciawi sementara titik awal main offroad di Rindu Alam. Jarak sekitar 30 km dan nanjak tentu bikin capek dan waktu terbuang jika harus digowes. Atau ketika kendaraan dibawa ke Rindu Alam, nanti pas sampai bawah bingung untuk ke atasnya.

Maka, angkutan umum yang biasanya hilir mudik melayani penumpang orang, di akhir pekan berubah menjadi pengangkut sepeda dan orang. Nah, saat menaruh ban melintang di dalam angkutan kota baru terlihat bedanya. Ban MTB 29″ tidak bisa masuk pas di antara dua deret kursi penumpang. Masih menggantung beberapa senti.

Sepertinya akan ada tren roda 29″ untuk offroad. Salah satu pembuat sepeda 29″ adalah 9niner. Sepeda yang saya coba seri eat my dust. Seri paling bawah alias paling murah. Bisa dibayangkan, paling murah saja sudah berlagak gitu. Eat my dust, alias kukepot loe hehe ….

Dibandingkan dengan MTB 26” yang banyak digunakan pada sepeda offroad saat ini, geometri frame untuk ban 29″ memiliki beberapa keunggulan. Yang pertama, jarak pandang kita lebih luas karena lebih tinggi. Dengan begitu halangan lebih jelas terlihat. Yang kedua, dengan keliling ban yang lebih panjang maka untuk satu putaran yang sama, ban 29” menempuh jarak lebih jauh. Artinya, eat my dust tadi.

Kelebihan lain adalah dalam hal inersia rotasional. Ban yang lebih besar akan meningkatkan inersia rotasional sehingga memperbaiki kestabilan sepeda. Dengan tambahan 3 inchi, luas ban yang menapak tanah juga bertambah. Hal ini akan menambah gigitan ban di tanah.

Dengan bekal pemahaman tadi, maka saya pun mantap untuk menjajal trek NuRA atau RA baru. Ini pertama kali saya menjajal trek ini. Dari Mang Ade kita harus menanjak dulu sebelum akhirnya sampai turunan tanah.

Beruntung semalam tidak hujan sehingga tanah cukup keras. Begitu roda menyentuh tanah, kegamangan akan ban besar yang dibilang teman-teman sirna sudah. Wush … adrenalinku langsung melonjak begitu Niner meluncur di jalur setapak.

Yang sangat terasa adalah kestabilan saat turunan. Begitu pula saat melahap drop off, serasa lebih pede dibandingkan dengan MTB 26″. Apa karena merasa lebih tinggi?

Sepeda ini akan terasa mumpuni jika disandingkan dengan komponen-komponen yang “kelas dunia”. Terang saja, karena dalam penjelajahan offroad, gerakan memindah gigi sangat dinamis. Jika tidak didukung oleh komponen yang mumpuni maka frame 26″ malah akan merepotkan. Ketika turunan dan berbelok tajam lalu disusul tanjakan, maka pengoperasian rem dan setidaknya RD sangat tinggi frekuensinya.

Ketika jalanan mulus dan berkelak-kelok, terasa sekali keunggulan 29″. Ibaratnya lari dengan langkah kaki yang panjang. Adrenalin pun terpacu menderu-deru.

Akankah 29″ menjadi populer di kalangan pemain offroad?

Generik

Always curious about bike and the philosophy of cycling.

View all posts

1 comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Comments