pedalku.com – “Bumi Pasundan diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum,” kata budayawan MAW Brouwer. Kalimat itu pula yang disematkan di medali BDG Ultra 100 yang menjadi kebanggaan para penamat event tersebut.

Tetapi para pelari trail peserta BDG Ultra 100, sepanjang Sabtu-Minggu (16-17 September 2017) bukan hanya tersenyum menikmati pemandangan Bumi Parahyangan. Mereka juga “menangis” terkuras tenaganya ketika harus menikmati menu trek hajatan komunitas Bandung Explorer alias BandreX itu.

“Ketika barudak menginginkan Bandrex bikin BDG Ultra 100, hanya satu syarat saja: bikin event trail seperti yang diinginkan pelari trail,” kata Race Director (RD) BDG Ultra 100 Dian R Sukmara. Syarat yang gampang-gampang susah. Apalagi mereka harus membuat race trail yang berbeda mengingat di sekitaran Bandung sudah ada dua event rutin sebelumnya yakni Tahura Trail Running Race dan Manglayang Trail Running (MTR).

Pilihan lari ultra trail 100 bukannya tanpa alasan mengingat Tahura Trail dan MTR sudah menyediakan kategori 42 kilometer. Mereka yang berlari di kategori 100K dan finish di bawah cut of time (COT) selama 32 jam berhak mendapatkan 5 points  UTMB (Ultra Trail du Mont Blanc)

Bagaimana untuk para pelari yang sekiranya belum sanggup 100 kilometer? “Kita sediakan kategori 50K dan kita bikin saja ekiden (relay) 25K,” kata Abah Dian, yang juga Ketua Bandrex. Dengan begitu, para pelari trail pemula atau mereka yang hanya mau lari cimit-cimit menikmati pemandangan.

Para pelari BDG Ultra 100 start dari Tahura Djuanda Bandung, Sabtu (17 September 2017) — (Foto: Fajar Dwi Aryanto)

Jangan salah sangka, walaupun berjarak masing-masing 25K untuk para pelari relay tetapi setiap etape menyajikan tantangan yang berbeda. Etape 1Tahura Djuanda – Pangli, Bukit Tunggul (26,5 km dengan elevation gain 1.792 meter); Etape 2 (Pangli-Cibitung, Subang; 21,5 km, 1.245 m) Etape 3 (Cibitung, Subang – Jayagiri, Cikole; 24,5 km; 1.685 m) serta Etape 4 (Jayagiri-Vila Istana Bunga, Parongpong; 26,5 km, 1.724 km).

Etape 2 misalnya, bukan saja tanjakan tetapi juga mereka harus didera panas matahari yang menyengat jelang WS 6 di Cibitung sebelum estafet ke pelari relay 3. Sementara pelari relay 3, “paling beruntung” karena mendapat menu tanjakan Puncak Keramat yang tidak kenal ampun, serta gonggongan anjing saat melintas perkampungan.

Halaman bermain

Kawasan pegunungan seputaran Bandung yang menjadi lintasan lomba yakni empat puncak mulai dari Palasari, Bukit Tunggul, Tangkuban Parahu, dan Burangrang adalah halaman tempat bermain para pelari Bandrex. Ibaratnya mereka hapal setiap pengkolan (belokan), tanjakan maupun turunan.

Dengan modal seperti itu para peracik trek termasuk Budiman Setiono, Dian Sukmara dan Bobby R Novaro menyajikan menu yang membuat merem melek para peserta. Walaupun  Ekiden 3 disebutkan sebagai etape terberat – “teror” sebelum lomba dari tuan rumah termasuk disampaikan Alan Maulana—tetape etape lainnya memberikan tantangan dan pengalaman yang sama. Jalur-jalur penuh rayuan dengan turunan sesaat, tetapi kemudian tanjakan tiada henti menanti di depan.

“Lagian itu kenapa sih, udah mau nyampe aja. Setelah menyeberang jalan dari Cikole Jayagiri kita harus disuruh nanjak lagi,” kata Fetri, seorang peserta Ekiden 3 dari Run For Indonesia (RFI) Trail.

Pelari trail ultra  kawakan Ina Budiyarni yang mengambil kategori 50K juga mengaku nyaris kewalahan. Bukan saja karena merasa kurang latihan seperti diakuinya, tetapi tanjakan-tanjakan yang disajikan benar-benar seperti karedok leunca yang pedas tetapi tetap bikin penasaran untuk dicicipi.

Salah satu lintasan di BDG Ultra 100 -(Foto: Fajar Dwi Aryanto)

Sejumlah pelari trail yang pernah mengikuti beberapa event serupa di berbagai daerah Indonesia seperti Rinjani 100K, Bromo Tengger Semeru, hingga Mesastila Peak Challenge (MPC) yang melewati Gunung Merbabu dan Merapi mengakui BDG Ultra 100 adalah race terbaik karena memberikan pengalaman berbeda.

“Di MPC memang kita menaiki Merbabu dan Merapi, tetapi kita menanjak setelah itu turun,” ujar seorang pelari di WS Cibitung. Sementara di BDG Ultra 100, pelari benar-benar dikocok tanpa ampun oleh tanjakan-tanjakan yang tak pernah putus. Kalaupun ada turunan, hanya cukup untuk mengambil satu dua nafas.

Tidak heran jika di sepanjang jalur, terutama di lintasan Puncak Keramat – tanjakan termehek-mehek—sejumlah peserta “bergelimpangan” memilih rebahan atau melepas lelah sesaat. Ina Budiyarni juga mengaku, pengalaman 50K di BTS sangat berbeda dengan kategori yang sama di BDG Ultra 100.

Apreasiasi tinggi diberikan para peserta. Dengan konsep menyajikan event lari trail seperti yang diinginkan para pelari trail, Bandrex sebagai penyelenggara tidak main-main. Bahkan, mereka dengan ketat mewajibkan seluruh peserta melengkapi mandatory gears.

“Tidak lengkap jangan harap mendapatkan bib,” kata seorang panitia. Mereka memeriksa dengan ketat saat pengambilan RPC yang berlangsung di Hotel Zodiac, Bandung. Banyak pertanyaan dan “negosiasi” atau mempersoalkan terlalu ketatnya kewajiban melengkapi diri dengan mandatory gears sebanyak kurang lebih 12 item itu dari lampu kepala, sarung tangan, jas hujan, keterangan sehat dari dokter, emergency blanket hingga gelas daur ulang yang harus dibawa sendiri.

“Semua dengan kebaikan dan kesalamatan pelari, kita tidak tahu apa yang akan terjadi di alam,” kata Dian tertawa. Tidak perlu gears mahal, karena fungsi lebih diutamakan.

Trek asyik BDG Ultra 100 di Perkebunan Teh Jabar (Foto: Fajar Dwi Aryanto)

Marka jalan yang menjadi pemandu para pelari, yang pada malam hari bahkan nyaris seperti “teman perjalanan” yang menemani pelari membuat para pelari nyaman. Mungkin ada pelari yang sempat tersesat 1-2 kilometer di beberapa titik. Tetapi itu umumnya lebih karena “kesalahan” pelari yang kurang cermat membaca tanda. Sedikit banyak yang terkecoh marka di kawasan perkemahan Jayagiri Cikole, sejumlah pelari memilih lari di jalan paving block karena tanda di pohon sedikit “mengecoh” dan tanda lanjutan tidak terlihat.

Kenyamanan lain adalah water station dan para marshal yang someah, ramah dan sangat membantu para pelari. Water station yang sangat lengkap menyediakan berbagai makanan dan minuman, buah serta tim medik yang sangat membantu. Hanya pelari kategori 100K yang mendapat tawaran nasi di sejumlah WS. Lainnya, bolehlah menikmati mie instan, pisang, semangka atau jeruk.

“Water Station (WS) mewah, tidak kekurangan minuman (air putih, isotonik, teh manis, dll), buah-buahan segar, perkedel kentang dll. Tim support/volunter di WS sangat perhatian, ramah dan melayani peserta, dengan sigap menawarkan untuk mengisikan air minum peserta ke botolnya,” kata Ananda Putra, kategori 50K dalam testimoninya.

Sedikit “gerundelan” mungkin disampaikan sejumlah pelari ekiden, terutama di relay 3 dan 4. Bisa jadi karena mereka menunggu terlalu lama di pos penggantian pelari. Pelari Ekiden 3 misalnya, sudah diangkut dari Hotel Zodiak pukul 8.00 pagi. Setelah perjalanan 3 jam digojlok di truk tentara, mereka harus menanti berjam-jam menunggu pelari Ekiden 2 yang baru tiba sore atau malam hari.

“Lebih tegang daripada menunggu dilamar pacar,” kata seorang peserta. Bolehlah, di event berikut pos pergantian ekiden itu dekat dengan warung makan jika panitia tidak menyediakan makan siang buat peserta relay. Chofifin, pelari Ekiden 3, gelisah semaleman tidak tidur di WS 9 Panjat Tebing Cikole seperti menanti pacar yang tak kunjung tiba. Walaupun sudah siap sejak Sabtu sore (dia tiba di WS itu pukul 11-an), Chofifin baru berlari sekitar pukul 03.00 Minggu janari.

Masukan lain adalah, kendaraan shuttle yang mengakut peserta ekiden ke garis finish yang harus ditata lebih baik lagi. Banyak peserta yang harus menunggu lebih dari 3-4 jam untuk diangkut ke tempat finish. “Masak lari cuma 25K, butuh waktu tiga hari dari Jakarta,” kata Listya, dari RFI Trail dan Cirebon Runners. Dia bersama rekan berangkat Jumat sore dari Gambir Jakarta dengan kereta api dan pulang pada hari. Dengan hitung-hitungan pelari Ekiden 2, mestinya dia bisa pulang Sabtu malamnya.

Apapun, BDG Ultra 100 akan menjadi agenda tahunan para pelari trail Indonesia di samping event-event trail Indonesia lainnya. Bandung, Euy !!

Rekomendasi Pedalku:
* Race Central ****
* Rute Lari ****+
* Pos Hidrasi ****
* Refreshment ****
* Marshal ****
* Pengamanan ***
* Medik ***
* Medali ***
* Jersey ***
* RPC ***
* Keterlibatan warga ****
(*  biasa, ** cukup, ***  bagus ****  bagus sekali *****  sempurna)

Hasil Lengkap Podium BDG Ultra 100:

Para jawara Kategori 100 K Putra BDG Ultra 100: Fandi Achmad (1), Aris Sopiandi (2) dan Riski Saputra (3) — (Foto: Bandrex)

Kategori 100 K (Putra):

  1. Fandi Achmad dengan waktu 18 jam 44 menit
  2. Aris Sopiandi dengan waktu 19 jam 4 menit
  3. Riski Saputra dengan waktu 21 jam 24 menit

Kategori 100 K (Putri):

  1. Shindy Patricia dengan waktu 27 jam 12 menit
  2. Lily Suryani dengan waktu 29 jam 11 menit
  3. Grace atlet dari Australia dengan waktu 31 jam

Kategori 100 K Ekiden/Relay (umum)

  1. Komunitas Bdg Explorer
  2. Komunitas Core (Cirebon Runner)
  3. Komunitas Derby (Depok)

Kategori 50 K (Putra):

  1. Margono dengan waktu 8 jam 11 menit
  2. Aziz Dermawan dengan waktu 9 jam 6 menit
  3. Satriman dengan waktu 9 jam 43 menit

Kategori 50 K (Putri):

  1. Ninie Hauschildt dengan waktu 10 jam 27 menit
  2. Ina Budiarni dengan waktu 11 jam 9 menit

"Abah" Agus Hermawan

Lebih dikenal dengan panggilan Abah USH, Agus Hermawan (++ Follow Me at Instagram - @abah_ush) yang lama menjadi jurnalis Kompas (1989-2019) adalah seorang penggiat luar ruang. Kesukannya mendaki gunung sejak muda, menjadikan olah tubuh sebagai kebutuhannya. Bersepeda dan lari menjadi pilihan kesenangannya mengisi hari. Sejumlah maraton sudah diselesaikannya, termasuk world majors marathon (WMM) Tokyo Marathon, Berlin Marathon dan Chicago Marathon.

View all posts

Add comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Comments