pedalku.com – Dulu pedalis hanya mengenal dua kubu besar: sepeda onroad (roadbike/RB) dan sepeda offroad (mountain bike/MTB). Penampakan keduanya sangat kontras. Yang RB ramping dengan ban tapak kecil, sementara MTB kekar dengan ban paculnya. Habitat keduanya memang kontras: jalan mulus dan jalan tanah atau makadam.

Ketika MTB masih setia dengan sosoknya, RB mulai cekunek. Muncul variasi-variasi liar yang intinya tak mau lagi ngaspal. Tapi sosok tetap RB alias dropbar. Dengan sosok tetap RB, mereka mulai melahap lumpur dan jalan kasar naik-turun. Itulah sepeda cyclocross.

Keliaran itu masih tak terbendung. Keluarlah sepeda balap khusus endurance. Belakangan lahir sosok baru yang lagi tren di AS. Namanya gravel-bike. Virus dari AS ini lantas menyebar ke Eropa dan negara-negara lain karena jenis ini bisa digunakan untuk petualangan (baca: turing).

fuji altamira cyclocross bike
Cyclocross (foto: Performance Bike)

Lantas, apa yang membedakan ketiganya? Dengan mudah pedalis bisa menelusurinya di Google. Hasilnya seperti ini:

  1. Posisi bottom bracket (BB)

    Posisi ini berpengaruh pada seberapa lincah sepeda untuk melakukan maneuver belok. Semakin tinggi dari tanah, semakin lincah. Sementara semakin rendah semakin stabil. Secara kasat mata tak begitu kentara perbedaannya karena di sini yang dibicarakan beda dalam beberapa centimeter, bahkan bisa millimeter.Pada RB dan cyclo, posisi BB biasanya tinggi agar lincah bermanuver. Sementara pada gravel posisi lebih rendah untuk menjaga kestabilan saat melibas jalanan buruk.

  2. Ban dan rem

    Medan yang akan dilibas membuat ban dan rem dari ketiga jenis sepeda itu berbeda. Pada RB, umumnya menggunakan rem kampas. Belum banyak yang menggunakan disc brake (rem cakram) seperti yang biasa dipakai gravel dan cyclo.Beralasan gravel dan cyclo pakai rem cakram karena trek yang dilaluinya tanah dan batu. Bisa bermasalah jika menggunakan rem kampas.

    Pemilihan rem itu juga berakibat pada seberapa besar ban yang bisa muat di frame. Pada gilirannya ini akan mempengaruhi pilihan wheelset pedalis. Karena jenis remnya tadi, frame RB memiliki keterbatasan dalam memasang lebar tapak ban. Bisa menggunakan ban dengan lebar 28c saja sudah hebat. Berbeda dengan gravel dan cyclo bisa sampai 40c.

    Tak hanya ukuran, motif ban untuk cyclo dan gravel biasanya kasar (ban pacul).

  3. Frame

    Cyclo didesain untuk mudah dan cepat dipanggul, sehingga toptube biasanya lurus dan bentuknya lebih kotak. Sedangkan gravel dan RB memakai geometri yang kompak, sehingga toptube miring. Akibatnya susah untuk dipanggul.Jadi apabila pedalis sering memanggul sepeda, belilah cyclocross.

  4. Gear

    RB sedang tren memakai 50/34, cyclo memakai 48/36, dan gravel bahkan biasanya hanya 1×36.

chumba gravel bike
Gravel bike. (Foto: bikepacking.com)

Palugada model Trek Checkpoint

Nah, sudah kebayang kan sosok sepeda gravel? Jika rajin meramban di Bukalapak, akan menemukan sepeda jenis ini. Yang populer antara lain Specialized Diverge, dengan suspensi Future Shock di bawah stem dan dropper post (seatpost bisa naik turun otomatis sesuai kebutuhan medan). Model lain adalah Open UP dan 3T Exploro. Khusus 3T, rangkanya berbentuk pipih. Sangat pas untuk membelah angin.

Di AS, produsen sepeda Trek menegaskan lagi definisi sepeda gravel. Mereka merilis Trek Checkpoint, sebuah sepeda yang ingin menjadi semacam palugada. Tentu dalam koridor bangun road.

Seperti yang dikupas mainsepeda.com, ada dua pilihan jenis frame untuk Checkpoint ini: karbon atau aluminium. Yang karbon memakai ISO Speed decoupler, semacam sistem peredam kejut di persimpangan top tube dan seat tube, yang sebelum ini dipopulerkan di sepeda endurance Domane.

Tetap memakai grupset double chainring, sepeda ini sama dengan road bike pada umumnya, memaksimalkan potensi kecepatan dan fleksibilitas pemakaian gir.

Luwesnya ada pada pilihan ban. Bisa ban 28 mm untuk kejar cepat di jalan aspal, atau lebar hingga 45 mm untuk jalur yang sangat kasar.

Mau touring jarak jauh? Checkpoint juga dilengkapi tempat untuk memasang fender depan dan belakang, serta menggantung tas-tas. Ada ekstra bottle cage di bawah down tube untuk mengangkut tiga bidon. Bahkan, untuk ukuran-ukuran “jerapah,” Checkpoint menyediakan tempat bottle cage bonus di bagian atas downtube, untuk mengangkut total empat bidon sekali jalan!

Terakhir, posisi ban belakang bisa diatur maju mundur 19 mm. Jadi, wheelbase (jarak antara sumbu roda depan dan belakang) bisa dibuat pendek atau panjang. Kalau pendek makin lincah, kalau panjang makin nyaman.

Dengan spesifikasi seperti itu, Checkpoint memposisikan diri benar-benar di tengah. Benar-benar sebuah sepeda all-round. Di dalam kategori gravel yang sedang begitu berkembang, Checkpoint akan mendapat perhatian besar.

Tertarik meminang gravel bike? (*)

trek checkpoint
Trek Checkpoint. (Foto: Cycles Galleria)

GuSSur

Menghidupi setiap gerak dan mensyukuri setiap jejak.

View all posts

Add comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Comments