Netfit.id, Yogyakarta – Siapa bilang sepeda lipat roda kecil tidak “nyaman” digunakan untuk bersepeda jarak jauh berbatas waktu? Event Audax membuktikan itu. Audax merupakan event bersepeda jarak jauh berbasis waktu. Terakhir, Yogyakarta Ultra Cycling Challenge menantang peserta menempuh jarak 1.000 km dengan batas waktu 75 jam.

Dari sekitar 41 peserta yang start Audax 1.000 km Yogya itu, terselip beberapa sepeda lipat. Empat Brompton, tiga diantaranya adalah tim Brompton Monas Cyclist (BMC). Mereka adalah Sandi Adila yang akrab dipanggil Asenk, Hendriyanto Wijaya (Toto), dan Andre Leman (Ale). Asenk dan Toto sudah dikenal sebagai duo minion yang lolos event Paris Brest Paris sejauh 1.200 km di bawah cut off time.

Netfit.id berkesempatan ngobrol dengan Asenk sehari setelah event itu selesai.

Bagaimana persiapan tim BMC menghadapi Audax 1.000 km ini?

Persiapan Audax 1.000 km ini enggak terlalu banyak. Waktunya mepet karea jadwal keluar Desember 2020. Awalnya enggak ada niatan untuk ikut. Ya karena kondisi masih pandemi Covid-19, terus event di Jogja. Harus naik pesawat. Jadi ya enggak begitu banyak waktu persiapan.

Ketika akhirnya diputuskan untuk ikut, awalnya saya ama Om Toto saja. Kami kan sudah terbiasa melakukan sepeda jarak jauh tandem. Jadi sudah saling tahu kelebihan dan kekurangan. Tapi terus ada tambahan, Om Ale mau ikut juga.

Kami latihan gowes bersama paling tiga kali. Di akhir pekan saja. Saya dan Ale kan kerja. Sementara Toto sedang enggak banyak praktik. (Asenk dan Ale adalah karyawan swasta, sementara Toto adalah dokter gigi.)

Pertama, kami muter-muter dalam kota saja. Jarak sekitar 100 km. Latihan kedua baru agak jauh. Jakarta-Bandung-Jakarta. Berangkat lewat Purwakarta, Subang, Tangkuban Perahu. Pulang lewat Cianjur. Jadi pergi kena tanjakan, pulang juga. Latihan ketiga, di dalam kota Jakarta lagi. Selebihnya kami latihan sendiri-sendiri. Di rumah saya pakai Zwift.

Saya dan Toto sebenarnya sudah siap. Cuma Ale kan belum pernah gowes sejauh dan selama itu. Jadi yang harus dipersiapkan memang mentalnya. Gak gampang gowes 1000 km.

Dari tiga kali latihan itu, bagaimana performance Ale?

Bisa ngikutin sih. Hanya kalau menanjak saja masih perlu ditunggu. Jadi kalau pas nanjak, yang sampai duluan di atas nungguin. Biasanya yang sampai duluan Toto, terus saya, baru Ale. Saya dan Toto masih kepala 3, sementara Ale sudah kepala 5. Tapi pace enggak berbeda jauh. Jadi enggak terlalu lama menunggu. Kecuali kalau tanjakan panjang dan terjal seperti tanjakan Emen di Subang, agak lama kami menunggu Ale. Sekitar 25 menitlah. Tapi masih okelah.

Kalau datar sih ngikut pacenya. Kayak Audax kemarin kan event endurance. Kami main di zona nyaman saja. Zona dua atau tiga. Kalau digeber ya habis. Kalau nanjak emang gak bisa diapa-apain.

Pas Audax kemarin gimana?

Audax kemarin menantang sekali ya. Bahkan menurut saya dan Toto, lebih berat dari event Paris Brest Paris yang kami ikuti. Ada beberapa faktor yang menurut kami lebih berat.

Pertama. Di Indonesia, jalanan gak sesepi di PBP. Kedua, ada beberapa ruas jalan dengan kondisi sangat jelek di beberapa titik. Seperti jalur Solo – Purwodadi. Jalurnya luar biasa dahsyat jeleknya. Berlubang dan turunan. Bikin tangan pegel. Kedua jalur dari Rembang ke Semarang.

Hari pertama sudah sesuai target, sekitar 390 km dari target semula 400km. Finish di Rembang. Sampai Rembang sudah jam 2 dini hari, jadi kami putuskan tidur di hotel. Jalan lagi jam 7-an pagi.

Hari kedua target 310 km, sehingga total sudah 700 km. Hari ketiga tinggal 300 km. Namun kenyataannya target gak tercapai. Jalur Rembang – Demak – Semarang jalannya jelek banget. Gowes 7 jam hanya dapat 100 km. Bikin frustasi. Padahal target paling enggak sampai hotel jam 2 pagi lagi. Bisa tidur nyenyak.

Hari kedua ini jalurnya nanjak. Ke Temanggung nanjak. Terus Temanggung – Wonosobo juga nanjak. Jalur bagus banget. Baru sekali lewat saya. Mulus banget, meski rolling. Gradiennya tinggi-tinggi lagi. Ngabisin tenaga bener. Habis itu turun sampai hotel. Sudah jam 2.30 dini hari kalau gak salah. Kami putuskan tidak tidur di kamar, tapi di kursi depan kamar. Biar tidak kebablasen. Jam 5 pagi kami jalan lagi.

Hari kedua itu enggak sampai 250 km deh.

Jam 5 hari kedua berangkat menuju tititk tertinggi. Sampai jam 7. Kami berhenti “di atas”. Ngopi-ngopi. Sarapan. Viewnya bagus. Sayangnya, habis itu turun. Perut kenyang. Kurang tidur, ngantuk bener jadinya. Turun sampai Purwokerto. Ngantuk setengah mati. Apalagi jalanan mulus.

Sampai Jalan Deandels Maghrib. Sudah gelap, dan jalanan keriting. Tangan sudah sakit. Kami berhenti di Sate Ambal yang populer itu mengisi perut.

Habis itu Purworejo – Magelang – Yogya. Tipe Audax di Indonesia di akhir-akhir etape relatif mudah. Nyatanya kali ini perkecualian. Masih ada tanjakan dan rolling. Sampai CP18 Purworejo itu sekitar jam 12-an malam. Tiba di CP19 sudah jam 2.30 dini hari. Rute terakhir sekitar 50 km ternyata masih rolling. Hampir 2,5 jam kami lewati.

Overall Audax 1.000 ini rutenya bagus. Dahsyat. Kami finish jam 4.35 Minggu dini hari . Total 71 jam.

Bagi dong tips gowes jarak jauh dengan ban kecil …

Kalau saya tiap hari gowes di trainer. Ada cardio activity tiap hari. Saya dan Ale ngantor. Jadi gowesnya pagi aja. Akhir pekan bisa gowes agak jauh. Jadi stamina dan endurance terbentuk. Akhir pekan main RB, jarak 100 km average speed 38-40 kpj. Hari biasa nge-Zwift. Antara 1 dan 1,5 jam. Tergantung rute yang dipilih. Kalau datar bisa 50 km. Kalau nanjak bisa 30km.

Di Audax kemarin hampir sepanjang rute yang narik Toto. Kira-kira 80 persen dia.

Spek sepeda bagaimana?

Kami memakai Brompton standar. Saya dan Ale pakai tipe M dan Toto pakai tipe L. Hanya modif di chainring saja, dari single jadi dobel. Toto 52-38. saya 50-36. Ale 52-34. Kalau mengandalkan bawaan yang single, untuk tanjakan dengan gradien di atas 15 persen menguras tenaga.

Sprocket masih bawaan, 13-16-18. Sadel saya pakai Brooks Cambium. Celana pakai padding. Membantu sekali untuk kenyamanan gowes jarak jauh. Waktu Audax kemarin kami tiga kali ganti celana padding.

Soal nutrisi?

Kami bukan atlet yang memperhatikan banget soal nutrisi. Paling tiap hari konsumsi susu protein. Saya minum whey habis latihan berat.

Pas event nambah BCAA, asam amino elektrolit. Buat di jalan. Salt stick juga. Tapi kemarin enggak terlalu banyak konsumsi karena cuaca banyak mendung dan hujan. Gak panas. Pengalaman sih kalau cuaca panas cepat kram. Jadi konsumsi salt stick. Kemarin minum salt stick paling cuma 3. Sama gel. Membantu saat ngantuk. Ada kafein soalnya.

Tas yang dibawa apa?

Kalau saya mini o bag saja. Toto nambah pakai sadle bag. Kami ada tim support. Di tiap CP ada yang nungguin. Barang-barang yang berat di mobil semua. Ada sepeda cadangan juga seandainya kita ada trouble.

Sempat ada trouble sepeda saya. Roda depan goyang. Saya lihat baut di bawah fork hilang. Nyari baut Brompton kan susah. Akhirnya wheelset diganti sepeda cadangan.

Rute dan profil elevasi Audax 1000K Yogyakarta.

(Foto-foto: Dokumen pribadi Asenk, IG Story @audaxrandonesia)

GuSSur

Menghidupi setiap gerak dan mensyukuri setiap jejak.

View all posts

Add comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Comments