Netfit.id, Jakarta – Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama setahun ini, telah merontokan sendi-sendi ekonomi, termasuk sektor otomotif yang selama ini menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 

Tak heran ketika sektor ini dihantam badai Corona, pemerintah pun langsung cawe-cawe dengan memberikan beberapa kemudahan. Salah satu “Bantuan Langsung Tunai” yang bisa dirasakan, baik produsen maupun konsumen otomotif, adalah relaksasi Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) atas kendaraan bermotor.

Relaksasi yang rencananya akan diberlakukan secara berjenjang berdasarkan waktu, yakni mulai dari 0, 25, dan 50 persen akan membuat harga mobil di kelas tertentu menjadi terkoreksi hingga puluhan juta rupiah.

Kebijakan pemerintah ini yang langsung direspon keras oleh beberapa lembaga yang selama ini sangat perhatian dengan lingkungan. Salah satunya adalah Komunitas Bike to Work Indonesia (B2W Indonesia) yang sudah belasan tahun mengkampanyekan sepeda menjadi salah satu sarana transportasi yang ramah lingkungan.

Bersama Greenpeace Indonesia, Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia, dan Rujak Center for Urban Studies (RCUS), pihaknya menyayangkan kebijakan tersebut dan mendesak aturan yang akan diberlakukan awal Maret nanti segera dibatalkan. 

Menurut Ketua B2W Indonesia, Poetoet Soedarjanto, langkah pemerintah ini dinilai bertentangan dengan komitmen pemerintah terhadap pembangunan berkelanjutan. Dengan kebijakan ini, kata Poetoet, justru menegaskan bahwa pemerintah tak peduli terhadap upaya mengatasi sebab-sebab rusaknya lingkungan, kehidupan kota yang semakin tak manusiawi, terpusatnya transportasi pada kendaraan bermotor, dan tingginya angka korban kecelakaan di jalan raya.

Foto: Jordan Brierley on Unsplash.com

Menurut catatan Dinas Lingkungan Hidup, kendaraan bermotor menyumbang 75 persen sumber emisi gas beracun di Jakarta. Disamping mengotori udara, emisi gas itu menimbulkan krisis iklim yang saat ini sudah menjadi masalah global. Padahal, melalui Paris Agreement, yang telah diratifikasi dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2016, Indonesia telah berkomitmen ikut mengurangi emisi gas itu hingga 29 persen pada 2030. 

Selain menjadi sumber gas emisi beracun, kendaraan bermotor juga menjadi pelaku utama problem perkotaan yang tak kunjung tuntas, yakni kemacetan. Di Jabodetabek saja nilai yang terbuang dari kemacetan di jalan raya menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencapai Rp100 triliun per tahun. Sebuah angka yang fantastis.

Nah, yang sekarang dipertanyakan, apakah nilai dari instensif atau relaksasi terhadap PPnBM itu akan sebanding dengan kerugian yang dirasakan akibat bertambahnya kendaraan bermotor di jalan raya? Jalanan macet, kecelakaan meningkat, polusi makin di atas ambang batas, dan dampak negatif lainnya yang langsung dirasakan akan menjadi “warisan buruk” untuk anak cucu kita. 

Itulah mengapa B2W Indonesia, Greenpeace, ITDP, dan RCUS berpendapat tindakan pemerintah untuk mengangkat lagi kegiatan ekonomi saat pandemi Covid-19 ini harus lebih baik ketimbang rencana pembebasan pajak penjualan mobil yang akan diberlakukan Maret mendatang.

Cak KRIS

Suka lari, sepeda, dan kegiatan luar ruang. Aktivitas ini sering dituangkan dalam tulisan, foto, video di sosial media, wesbite atau untuk kebutuhan cetak. Tujuan utamanya, hanya sebagai dokumentasi, agar terekam jejak digitalnya. Syukur-syukur bisa menjadi inspirasi atau malah bisa berbagi keberkahan. Salam Sehat.

View all posts

Add comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Comments