Pedalku.com – Maraknya sepeda 29 membuat tim pedalku penasaran bagaimana sih rasanya menggowes si 29 selama beberapa hari. Bagaimana performa si 29 di medan yang berbeda-beda?
Karena saat ini sudah banyak merek sepeda yang masuk di segmen kelas 29 ini, tentu akan berbeda-beda pula rasa setiap merek. Nah, kali ini pedalku.com memperoleh cerita dari Gussur, yang belum lama ini menjajal sepeda dari Focus Bikes (industri sepeda asal Jerman yang didirikan oleh Mike Kluge, juara dunia cyclocross 3 kali). Seri yang dipakai adalah Raven, sepeda gunung hardtail (HT).
Trek yang dicoba tidak main-main. Menyusuri sembilan gunung di wilayah Malang dan sekitarnya. Nama eventnya SONGO-G. “Banyak yang mlesetin menjadi songong. La emang songong bener kok treknya. Yang ikut pun kayaknya sudah level songong juga hehe …,” ujar Gussur.
“Saya sebenarnya agak jiper juga melihat kontur dari brosur yang diberikan oleh panitia,” Gussur bercerita kepada tim pedalku. “Saya sudah lama tidak main ‘tanah’. Apalagi dengan total elevasi lebih dari 13 ribu meter dan total jarak 400-an km,” tambahnya.
Toh rasa penasaran membuat Gussur mengiyakan ajakan itu.
Mari, berkenalan dengan sosok Raven ini. Warnanya mengingatkan kepada Yeti. Ya, biru telor asin. Apakah rasanya akan asin juga nanti pas digowes? Saya langsung mengiyakan sebab jalurnya pasti akan berpeluh-peluh ria. Nah, jilat saja peluhnya itu. Pasti asin hehe….
Inilah spesifiaksi dari Raven Lite yang digunakan Gussur menjelajah sembilan gunung.
STEM | Concept |
TIRE | Continental Race King, 55-584,Continental Race King, 55-622 |
BRAKES | Shimano Deore XT, hydraulic disc brake |
CRANKSET | Shimano Deore XT |
GROUPSET | Shimano Deore XT |
SHIFTER | Shimano Deore XT |
CASSETTE | Shimano SLX |
GEAR RATIO | front: 38/28, rear: 11-40 |
Sepertinya oke ya? “Tapi begitu lihat sepeda peserta lain, duh langsung minder. Bukan soal ban atau frame, tapi sprocketnya itu. Rata-rata sudah pada main di angka 46. Bahkan ada yang 50,” cerita Gussur.
Meski ukuran frame S, namun tidak terlalu kecil buat Gussur yang bertinggi badan sekitar 173 cm itu. “Ya sedikit memundurkan sadel sih.” Yang jadi masalah adalah Gussur terbiasa main rem kiri untuk ban belakang. Sementara bawaan pabrik sebaliknya.
“Agak grogi awalnya. Tapi lama-lama terbiasa meski pada hari pertama saat turunan makadam yang panjang hampir saja celaka. Gila … baru kali ini menemui turunan makadam sekitar 4 km-an. Hampir saja terjungkal gara-gara kecepatan mulai liar dan batu-batu mulai tak rata. Reflek saya mengerem tuas kiri untuk mengurangi laju sepeda. Beruntung posisi badan bagus saat itu,” cerita goweser yang aktif di komunitas Kompas Gramedia Cyclist itu.
“La kenapa gak diubah saja,” pedalku iseng bertanya.
“Wah, sudah malam waktu setting sepeda. Lagian remnya hidraulik. Agak ribet. Tidak sesederhana kalau rem mekanis. Saya biasanya pakai rem mekanis itu hehe … Ndeso ya saya?” jawab Gussur.
Toh setelan kiri depan itu ada manfaatnya kata Gussur. “Pas ndorong-ndorong waktu gak ketemu jalan sesuai gpx, pas capek di tengah tanjakan tinggal tekan tuas kiri saja, sementara tangan kanan menahan sadel. Kalau tuas kiri ngerem ban belakang sedikit repot kali ya?” Gussur menjawab dengan pertanyaan.
“Soal kinerja gimana dong?” pedalku mulai enggak sabar dengan obrolan ngalor ngidul itu.
“Hmmm, saya akui dibandingkan Niner yang dulu waktu saya coba di trek New RA, si Raven ini patut diacungi jempol. Bentuk frame sekilas mirip sepeda AM atau DH ya? Top tube-nya nyaris segaris lurus dengan seat stay. Untuk turunan hajar saja, meski saya sebenarnya takut sama turunan hehe….”
Sementara untuk nanjak juga enteng-enteng saja meski harus mengandalkan power. Tapi harus diakui bahwa ban 29 sangat membantu dalam mengakrabi tanjakan. “Sepanjang dapat momennya ya. Apalagi kombinasi yang ada cuma 28 – 40. Tapi untuk jalan aspal, weleh-weleh…. saya enggak nyangka bisa seenteng itu untuk ngebut. Padahal diameter ban cukup lebar lo. Waktu dari Sirah Kencong ke Waduk Karangkates lewat Wlingi, saya bisa menempel dua pedalis 29″ yang kebut-kebutan tanpa tenaga yang berlebih. Padahal saya enggak pakai sepatu cleat lo,” tutur Gussur tanpa menyombongkan diri.
Foto: Facebook Gussur oleh Eka Atoe
Logikanya memang dengan ban diameter besar jarak yang ditempuh lebih panjang dengan kayuhan yang sama dibandingkan dengan ban diameter yang lebih kecil, katakanlah 27,5″ atau malahan 26″.
Ban Continental Race King pun patut diberi pujian untuk melibas trek tanah. Untuk makadam sepertinya perlu sedikit dikempeskan. “Kemarin saya pompa keras banget. Jadi pas nanjak di makadam, ketika kemiringan sudah sekitar 20 persenan, ban belakang cenderung selip. Apalagi kondisi batu-batunya basah akibat diguyur hujan. Tapi begitu dapat trek tanah, wah … enjoy aja tuh melibas di antara saluran air. Atau di bahu jalan yang miring, asal pede saja Raven bisa lewat tanpa terperosok ke lubang saluran air akibat dilalui motor trail.”
Sekadar informasi saja, trek yang dilalui SONGO-G ini beragam. Beberapa malah trek AM yang dibalik alias nanjak.
Sedikit minusnya, respon shiftingnya kurang mulus. Terutama untuk menggeser ke sprocket besar. “Mungkin setelan belum pas.”
Nah, jika masih penasaran dengan Raven ini, simak saja di sini.
Add comment