pedalku.com – Sebelum membahas lebih lanjut, mari kita samakan persepsi tentang dua hal soal Fitbit Charge2 ini.
Pertama, ini adalah sport tracker. Gawai yang akan mendeteksi aktivitas dan tingkat kebugaran tubuh pedalis. Berbeda dengan sport watch, Fitbit Charge2 tidak dilengkapi dengan GPS built in.
Jadi, untuk aktivitas yang membutuhkan lokasi, Fitbit Charge2 ini akan mendompleng ponsel cerdas yang sudah dipasang aplikasi Fitbit (ada dalam platform iOS, Windows 10, dan Android). Sistem pendomplengan lewat sensor ini dikenal dengan connected GPS.
Kedua, peranti ini memang antiair, antikeringat, dan antidebu. Tapi bukan antirendam. Maka, jangan digunakan untuk berenang. Mandi pun lebih disarankan untuk dicopot.
Oke, jika dua hal itu sudah dipahami, mari kita telisik apa saja kelebihan dan kekurangan dari “gelang ajaib” ini.
Pertama yang akan saya bahas soal monitor denyut jantung. Ini perlu diangkat, terutama untuk mereka yang berusia di atas 35 tahun dan menyukai aktivitas, karena belakangan ini banyak kejadian orang meninggal dunia ketika sedang melakukan aktivitas dan dugaan pertama karena soal jantung.
(Baca: Selamat Jalan Andi Ariawan Kunardi)
(Baca: Andi Nursyaiful Tak Bisa Tidur Sebelum Race BTS Ultra 100)
Kebetulan Fitbit Charge 2 ini mengusung teknologi pengukur denyut jantung yang mumpuni: PurePulse. Teknologi ini mirip dengan jam tangan pintar milik Apple. Prinsip kerjanya begini. Ketika jantung berdenyut, pembuluh darah mengembang dan mengempis seirama dengan perubahan volume darah yang mengalir di pembuluh. Nah, lampu LED yang menyala hijau menyinari kulit dan mendeteksi perubahan volume darah. Data ini diolah melalui sebuah algoritma dan bisa diketahui berapa denyut nadi saat itu.
Mengapa warna hijau? Karena warna ini akan diserap oleh darah yang berwarna merah. Jadi ketika banyak darah yang melewati pembuluh, maka cahaya hijau yang diserap pun banyak. Teknologi ini sebenarnya sudah lama dipakai. Setidaknya pada akhir 1800-an ketika pembuluh dan aliran darah dilihat melalui tangan yang di dekatkan ke lilin menyala dalam sebuah ruangan gelap. Teknologi ini pun digunakan di RS.
Karena mengandalkan penyerapan cahaya melalui kulit untuk mengukur detak jantung, maka ada beberapa hal yang bisa menyulitkan pembacaan itu. Tato misalnya, dapat menutup cahaya. Kemudian gerakan yang tidak ritmis seperti tenis atau tinju menyulitkan pembacaan. Makanya, pembacaan ini akurat untuk aktivitas yang membuat gerakan tangan ritmis. Misalnya lari dan bersepeda.
Mengukur VO2 Max
Satu hal yang bisa diperoleh dari pengukuran denyut jantung secara kontinyu seperti yang dilakukan Fitbit Charge 2 adalah mengetahui VO2 Max kita. Meski tidak 100 persen akurat, namun angka ini bisa menjadi peringatan bagi kesehatan kita.
VO2 Max merupakan indikasi seberapa baik tubuh kita menggunakan oksigen saat kita berolahraga keras. Bisa dibilang ini standar baku untuk menilai kebugaran kardiovaskular kita: semakin tinggi VO2 Max, semakin bugar kita. Parameter ini digunakan pula untuk menilai potensi kinerja kita saat melakukan olahraga ketahanan seperti lari, bersepeda, dan berenang.
Secara tradisional, VO2 Max diukur dengan menggunakan treadmill atau sepeda statis. Kita harus berlari di treadmill atau mengendarai sepeda statis sampai kelelahan dengan masker yang diikatkan ke hidung dan mulut untuk mengukur jumlah udara yang kita hirup dan hembuskan. Nah, dengan algoritmanya, Fitbit bisa memperkirakan nilai itu dan menyebutnya sebagai skor kebugaran kardio kita.
Bagaimana Fitbit mengukur skor kebugaran kardio kita? Skor ini ditentukan oleh denyut jantung saat istirahat, usia, jenis kelamin, berat badan, dan informasi pribadi lainnya. Jadi, untuk hasil yang akurat, pastikan menyertakan berat badan yang benar di Fitbit Anda. Juga tetap dipakai saat kita tidur.
Hasilnya seperti gambar di bawah ini.
Untuk melihatnya, dari dashboard aplikasi Fitbit, ketuk kotak heart rate. Bagian atas layar akan muncul grafik denyut jantung. Geser grafik untuk melihat grafik dan tingkat kebugaran kardio. Ketuk panah di pojok kanan atas untuk informasi lainnya.
Sedikit kekurangan dari Fitbit ini adalah layarnya sulit terbaca ketika berada di terik matahari. Namun jika di tempat yang tak terlalu silau pembacaannya informasi tak masalah. Terlebih
Bisa tahu mengapa hari ini mengantuk
Selain mengetahui kebugaran kita, Fitbit Charge2 bisa dipakai untuk melihat pola tidur kita. Fitbit mencatat dengan detail aktivitas tidur kita. Tentu dengan syarat peralatan ini tetap dipakai. Dengan bentuknya yang seperti gelang, Fitbit tidaklah terlalu mengganggu saat dipakai tidur. Terlebih Fitbit ini masih akurat meski dipakai agak longgar.
Dari data-data yang bisa dilihat di aplikasi Fitbit, kita bisa tahu berapa lama kita tidur, tidur nyenyak (deep sleep), setengah tidur (light sleep), atau tidur-tidur ayam (REM sleep).
Bagaimana Fitbit merekam pola tidur itu? Fitbit menggunakan kombinasi gerakan kita dan pola denyut jantung. Ketika kita tak bergerak selama sekitar satu jam, Fitbit mengasumsikan kita tertidur. Data tambahan – seperti lamanya waktu kita bergerak mengindikasikan perilaku tidur kita (semisal berguling) – membantu mengonfirmasikan bahwa kita tidur.
Ketika tidur, Fitbit merekam denyut jantung dari detak ke detak yang dikenal dengan variabilitas denyut jantung (HRV), dengan fluktuasinya ketika kita sedang tidur dalam kondisi ringan, terlelap, hingga mata ayam. Ketika kita mensinkronisasikan Fitbit ke aplikasi, pola denyut jantung dan pergerakan itu digunakan untuk memperkirakan pola tidur kita dari malam sebelumnya.
Dari hasil ini kita bisa mengetahui kenapa hari ini kita terasa mengantuk? Ternyata tidur nyenyaknya kurang. Bisa jadi lama tidur seperti malam-malam biasanya, tapi durasi tidur nyenyaknya berkurang dibandingkan malam-malam sebelumnya.
Hasilnya seperti di bawah ini.
Bahkan kita bisa membandingkan pola tidur kita dengan pola tidur rata-rata orang yang seusia dan berjenis kelamin sama. Tapi harap dicatat bahwa masing-masing orang memiliki pola yang unik. Jangan lantas berpikiran jika berada di bawah rata-rata berarti tidak baik.
Tentu masih banyak fitur lain yang bisa dimanfaatkan pedalis. Seperti pengingat untuk segera bergerak ketika pengguna terlalu lama duduk. Atau sebagai alarm jika ingin lari di pagi hari.
Soal baterai, dari kondisi penuh hingga ada peringatan untuk diisi ulang sekitar 5 hari. Ketika low bat, Fitbit masih bisa dipakai sekitar setengah harian. Sayangnya, saat pengisian ulang tidak ada indikator sudah seberapa penuh batere.
Selain itu, saat digunaan di terik matahari keterbacaan informasi di layar kurang. Jadi perlu upaya ekstra untuk melihat informasi yang terpampang. (Gsr)
Spesifikasi Fitbit Charge2
- Bluetooth 4.0
- OLED Display
- Altimeter
- 3-axis Accelerometer
- Vibration
- PurePulse Heart Rate
- Auto Sleep Tracking & Sleep Stages
- Cardio Fitness Level
- SmartTrack
- Call-Text-Calendar Alerts
- All-Day Activity Tracking
- Rain-Sweat-Splash Proof
- Lithium-Polymer Battery up to 5 Days
- Buckle : Stainless Steel
- Frame : Premium PVD Plating
Harga: antara Rp2,4 juta – Rp2,6 juta.
Bisa tersambung HR datanya ke Strava?