Begitu juga halnya sepeda merek Turangga yang dibikin oleh pabrik Induk Koperasi Pegawai Negeri (IKPN). Pabrik sepeda yang berlokasi di Batuceper, Tangerang, Banten yang diresmikan oleh Pak Harto pada 12 Juli 1974 ini konon juga pabrik perakitan saja. Lalu apakah memang benar bangsa ini tak punya sama sekali pabrik sepeda onthel karya anak negeri. Nah, berikut catatan Kang Bebe dari arsip tempo dulu berupa koran maupun majalah terbitan antara tahun 1940-1948 yang menceritakan tentang sepeda di Indonesia. Beberapa arsip lawas ini mungkin dapat menjawab pertanyaan tersebut.
Dari beberapa koran zaman dulu itu ternyata telah ada persiapan orang-orang Indonesia untuk membuat sepeda hingga pabrik sepeda. Contohnya, Pandji Poestaka terbitan 1940 mengiklankan sebuah buku berjudul Pemimpin Toekang Sepeda keluaran Balai Poestaka 1932. Buku yang ditulis oleh J. de Vos ini berisi tentang bagaimana menjadi tukang memperbaiki sepeda, tentang bagian-bagian sepeda, dan perkakas atau alat yang dipakai untuk memperbaiki kerusakan sepeda. Dalam perkembangan selanjutnya Pemimpin Toekang Sepeda ini banyak dipelajari orang Indonesia kala itu sebagai panduan cara memperbaiki hingga membuat sepeda.
Konon di Batavia pada 1937 sudah ada 70 ribu lebih sepeda yang berlalu lalang di jalanan. Tahun 1942 di Kota Bandung sudah ada sekitar 40 ribu lebih sepeda onthel. Saking banyaknya sepeda ini maka diadakan pendaftaran sepeda. Koran di Bandung Tjahaja terbitan tahun 1942 memuat tentang pendaftaran sepeda.
“PENDAFTARAN SEPEDA. Tentang pendaftaran sepeda diterima chabar, bahwa sampai sekarang banjaknja sepeda diini kota soedah sedjoemlah 40.000 lebih” (Tjahaja, 18 Januari 1942).
Begitu juga di kota-kota besar lainnya diadakan pendaftaran sepeda. Tak hanya sepeda, ban untuk sepeda pun banyak bermunculan. Hebatnya lagi ban-ban sepeda ini buatan dalam negeri. Koran Asia Raja terbitan 1944 memuat iklan ban sepeda merek Asia yang bahan-bahannya dari Indonesia. Koran ini juga memuat iklan lapisan ban sepeda merek Hana yang berkualitas dan tahan lama. Produk pelapis ban ini pun buatan dalam negeri.
Seperti diketahui, setelah tentara Jepang menguasai Indonesia, semua sepeda buatan bangsa Eropa dilarang digunakan. Tentunya hal ini sangat berpengaruh bagi para pemilik sepeda buatan Eropa. Mereka kesulitan mendapatkan suku cadang asli sepeda. Namun orang-orang Indonesia tak kehabisan akal, mereka mulai membikin sepeda maupun onderdilnya.
Setelah Indonesia merdeka pada 1945, usaha-usaha pembuatan sepeda tetap berjalan meskipun beragam kesulitan menghadang. Koran Soeloeh Ra’jat terbitan tahun 1946 memuat tentang berita pembuatan pabrik sepeda.
Paberik Sepeda
Setelah pertjobaan-pertjobaan oentoek menggaboengkan achli-achli pembetoelan sepeda dalam soeatoe perkoempoelan peroesahaan telah gagal, orang terpaksa mentjari soeatoe djalan lain supaja dapat mengoesahakan perusaha’an ini. Sebagai boeah hasilnja telah didirikan soeatoe “plant” jaitoe soeatoe perusahaan dimana sepeda-sepeda dibikin dari bahan-bahan jang terdapat . Orang telah mendapat kontak dengan soeatoe peroesahaan Skandinavisch dan dengan Toean Van Vesden dari paberik sepeda dengan nama “ITOE”.
Pada tg. 7 Agoestoes peroesahaan tsb telah moelai bekerdja. Baroe-baroe ini telah diselesaikan sepeda jang ke 150.Setelah pembikinan 150 bidji sepeda jang pertama Itoe selesai, peroesahaan terseboet oentoek sementara waktoe ditoetoep. Di goedang-goedang, jang loeas terisi bahan-bahan, sekarang diatoer beres dan sehabisnja itoe pembikinan sepeda-sepeda “ITOE” akan dilanjoetkan. Dalam rentjana sementara prodoeksi ditetapkan koerang lebih 300 sepeda perboelan (Soeloeh Ra’jat, 07 September 1946, hal. 2).
Coba bayangkan dalam suasana perang dan usia Republik Indonesia masih belia, pabrik sepeda ini memproduksi sebanyak 300 sepeda setiap bulannya. Sayangnya, tidak ada berita kelanjutan perkembangan pabrik sepeda ini. Bisa jadi pabrik sepeda dengan merek “ITOE” hanya sebentar berproduksi, karena kekurangan dana akhirnya ditutup.
Ada beberapa faktor penyebab tutupnya pabrik sepeda ini. Salah satunya tidak ada dukungan maupun bantuan dari pemerintah Indonesia.
Bandingkan dengan industri sepeda di India pada masa perang tahun 1940-an. Soeloeh Rak’jat terbitan 1947 menjelaskan bahwa industri sepeda India telah mengalami kemajuan yang pesat. India sudah mengurangi impor sepeda dari Inggris, Jerman, dan Jepang. Tahun 1938-39 impor sepeda India sebanyak 138.36 buah sepeda, 1939-40 sebanyak 92.249 buah sepeda. Di tahun 1944-45 turun menjadi 37.391 buah sepeda. Untuk memenuhi kebutuhan sepeda dalam negeri, pabrik-pabrik sepeda di India membuat sepeda sebanyak 600 ribu per tahun.
Mengapa industri sepeda India maju pesat? Ini dimungkinkan karena dukungan pemerintah. Bahkan dalam perkembangannya, India berhasil mengekspor sepedanya ke beberapa negara di Asia maupun Afrika.
“Achirnja perloe diterangkan djoega, bahwa pabrik-pabrik sepeda dan pabrik-pabrik lain jang didirikan semasa perang, mendapat sokongan dari pemerintah India” (Soeloeh Rak’jat, 23 september 1947, hal. 3).
Sedangkan pabrik sepeda di Indonesia kian tak jelas keberadaannya. Pemerintah Indonesia lebih suka mengimpor sepeda buatan Eropa. Hebatnya lagi masyarakat waktu itu lebih suka buatan luar negeri. Sayangnya kegemaran impor produk buatan asing masih saja awet hingga detik ini.
Sekian banyaknya sepeda ontel di Indonesia, kenapa harus merk dan rakitan eropa??? Sungguh sayang kalo kita orang Indonesia tidak membanggakan buatan kita sendiri…