Pedalku.com, Queensland, Australia – “Hi, I am Rita,” ujar saya menyapa pembawa lembar kertas bertuliskan nama saya di bandara Brisbane, Australia. Ia segera mengenalkan diri, Mark panggilannya. Tugasnya menjemput saya, mengantarkan ke Jupiter Hotel di Queensland, lokasi media conference. Selanjutnya saya tinggal menghabiskan satu setengah jam perjalanan dari Brisbane ke Queensland seraya memanfaatkan waktu mengumpulkan tenaga untuk segera siap bekerja setelah menempuh 10 jam penerbangan dari Jakarta.
Perjalanan jauh kali ini terlaksana atas dukungan Travel & Event Queensland (TEQ) yang mengundang untuk meliput Gold Coast Airport Marathon (GCAM) 2016, 2-3 Juli 2016. Ini kunjungan kedua saya, dan terasa lebih istimewa karena akan menjadi saksi pencapaian Agus Prayogo, atlet elit andalan Indonesia. Agus harus berlari marathon dengan target waktu di bawah 2:19, sebagai syarat lolos Olimpiade Rio 2016. “So, you have to come to see Agus Prayogo there,” ujar Khim Mui Lim, Direktur Asia Tenggara pada TEQ, meyakinkan saya melalui email menjelang keberangkatan ini.
GCAM, Destinasi Pelari dengan PB
Sejak 2014, GCAM telah mendapat predikat Gold Label dari IAAF, International Association of Athletic Federation. Artinya klasifikasi lomba marathon ini sudah berada sejajar dengan sejumlah marathon kelas dunia lainnya yang masuk dalam kategori World Marathon Majors. Dan, GCAM selalu berhasil mendatangkan sekitar 27 ribu pelari.
Kondisi iklim yang mendukung dengan suhu mild winter sekitar 11 hingga 18 derajat Celcius, dan permukaan jalan yang flat di sepanjang tepi pantai yang menjadi course untuk lomba, menjadi kelebihan yang dijanjikan kepada pelari untuk mencapai PB, Personal Best. O Jac, wartawan dari Malaysia, yang juga pelari, bertekad akan menciutkan waktu larinya untuk kategori 21K. “Saya akan mengejar PB dengan waktu 1 jam 55 menit,” ujarnya sebelum race. Dan, ternyata ia bisa mencatat waktu lebih baik dengan finish pada 1 jam 50 menit. Biasanya ia finish di atas 2 jam.
Kegembiraan serupa, dialami oleh banyak pelari lainnya. “Senang rasanya bila mendengar mereka sukses mencapai PB,” ujar Cameroon Hart, CEO GCAM, saat dijumpai seusai media conference dan jumpa pelari elite.
Perjuangan lebih dari 38 Tahun
Pencapaian Queensland dengan lomba lari yang sukses menjadi destinasi pelari manca negara ini dicapai melalui perjuangan panjang. “Kami tidak mendapatkannya seketika,” ujar Cameroon Hart. Tahun ini, GCAM diadakan untuk ke-38 kalinya. Artinya, sudah 38 tahun Queensland mengadakan lomba ini. Seluruh infrastruktur kota dibangun dengan mempertimbangkan kepentingan pelari. Trotoar lebar, terutama di tepi pantai, menjadi trek nyaman untuk pelari. Trem dengan keberangkatan setiap 7,5 menit menghubungkan ujung-ujung kota, menjadi sarana pendukung mobilitas pendatang. Bus kota juga mudah dijumpai dengan jadwal teratur. Sementara taksi beroperasi dengan baik, yang dapat dipesan dari tempat terdekat manapun.
Warga kota dilibatkan penuh. Sekitar 1.250 volunteer berbagai usia terjun membantu. Mereka terlibat sebagai marshall, penjaga pos hidrasi, refreshment area, dan area pembagian kaus dan medali finisher. “Mereka tidak dibayar, GCAM bekerja sama dengan lembaga-lembaga sosial masyarakat yang mendapat benefit dari kegiatan ini,” ujar Hart lagi. Kesadaran bahwa kehadiran pelari mendatangkan manfaat bagi kota ini, sudah tumbuh dengan baik. Secara statistik, pada saat GCAM berlangsung, masuk sekitar 70 ribu pelancong ke Queensland. Manfaat ekonomi bergerak hingga mencapai 22 juta dollar Australia. Pelajaran berharga dari Queensland yang dapat dipetik bagi industri lari dalam negeri yang sedang booming saat ini adalah bahwa semua hal tersebut tidak dicapai secara instan. Waktu panjang adalah pembuktian konsistensi yang mematangkan konsep dan visi dari tahun ke tahun.
Agus Prayogo dan Catatan PB
Meski Queensland akhirnya tak mengantarkan Agus Prayogo ke Olimpiade Rio, karena ia kehilangan waktu dua menit dari yang ditetapkan, dengan finish 2 jam 21 menit, namun tetap memberikan catatan manis buat Agus. “Saya finish dengan waktu 2 jam 21 menit, lebih baik dari catatan waktu 2 jam 23 menit di Tokyo Marathon Februari lalu,” ujarnya. Ia tentu saja sedih tak jadi ke Rio, namun tetap optimistis untuk berlatih sesuai target berikut yang akan ia capai. Dan, GCAM pun masuk dalam cita-cita berikut untuk bisa didatanginya kembali.
Demikian juga saya. Tugas selesai, saya pun kembali ke Jakarta. Dan, GCAM 2017 rasanya sudah masuk agenda saya berikutnya.
Safrita Aryana
PR Consultant
PR of Run for Indonesia – Running Community
Penggiat Lari
Add comment