pedalku.com – Usai sudah gelaran Mandiri Jakarta Marathon 2017 (MJM 2017). Kali ini jargon yang diteriakkan adalah “Never give up!”.
Jangan menyerah!
Kalimat yang harus diingat terus begitu memasuki parkiran IRTI. Beriringan dengan peserta yang akan mengikuti lomba lari MJM 2017 saya sudah harus mengucapkan mantra itu begitu tahu gate depan seberang Patung Kuda Arjuna Wiwaha belum dibuka dan harus masuk lewat pintu masuk Monas depan Istana.
Never give up! Itung-itung pemanasan. Waktu menunjuk di angka 4 lebih saat masuk ke kawasan Monas, tempat start dan finish MJM 2017. Atur, teman pelarian, menelepon saya menanyakan lokasi. Ia sudah menunggu di gate masuk. Setelah ketemu saya lantas menuju ke drop bag.
Tidak biasanya saya menitipkan tas ke drop bag. Malas antri. Namun kali ini barang bawaan tak cukup ditaruh di motor. Jadi ya terpaksa menuju drop bag.
Suasana Monas agak remang-remang sehingga saya tidak langsung bisa menemukan lokasi atau petunjuk menuju drop bag. Setelah menebak-nebak akhirnya ketemu juga. Ada banyak antrian dan saya tidak bisa membaca mereka antri untuk kategori apa. Ternyata drop bag ujung yang saya temui pertama kali itu untuk kategori 5K, lalu 10K, dan di ujung yang berjubel HM dan FM. Wah, sudah banyak yang naik kelas rupanya.
Sudah ada empat lajur untuk menitipkan tas di kategori FM. Waktu merambat dan baru tahu kalau drop bag ini baru dibuka sekitar pukul 04.00. Padahal FM mulai pukul 05.00. Belum lagi petugas sepertinya sedikit sehingga kewalahan.
Teriakan-teriakan untuk menambah petugas serta makian pun menjadi “pemanasan” urat yang lain bagi banyak peserta. Apalagi ketika tanpa terdengar lagu Indonesia Raya, peserta sudah dilepas. Begitu tas sudah di drop bag buru-buru saya ke titik start.
Cukup menguras waktu dan berjibaku untuk menembus kerapatan peserta. Setelah sampai di depan baru sadar, ternyata yang akan dilepas sebentar lagi kategori 10K. Jadilah saya start bareng pelari HM.
(Baru setelah selesai lomba saya tahu start FM sekitar 4.53 dan start HM sekitar 05.05.)
***
Never give up!
Ya… pantang menyerah meski hajat untuk pipis belum kesampaian. Gara-gara masih ngantuk karena semalam tidur agak larut setelah acara dari Bandung, saya pun pas berangkat mampir ke Alfamart di seputaran Matraman untuk beli minuman berkafein dan Fitbar. Saya langsung minum, dan efeknya baru terasa saat mau start. Cuma pas lihat antrian di toilet portable saya pun urung diri.
Jadilah di Jalan Budi Kemuliaan melirik tempat-tempat tersembunyi, siapa tahu bisa dijadikan tempat membuang hajat. Atur sempat usul di bawah pohon beringin di depan pekarangan kosong.
“Ntar ada penunggunya aku gak bisa berhenti-henti kencingnya,” kataku. Lagian tempatnya terang.
Akhirnya, pas di Jalan Abdul Muis melihat SPBU dan langsung melipir. Rupanya banyak juga yang mau buang air kecil.
Ah … leganya. Hasil dari mantra Never give up!
Rute lomba MJM2017 ini mirip dengan tahun sebelumnya. Dari Abdul Muis ke Harmoni menyusuri Jalan Gadjah Mada, memutari kawasan Kota Tua, kembali ke Jalan Hayam Wuruk (seberangnya Jalan Gadjah Mada) menuju Harmoni.
Seperti yang dibilang banyak orang, Jakarta adalah kota yang tak pernah tidur. Makanya, sepagi itu aktivitas orang sudah mulai. Meski hari Minggu. Jadi, di beberapa persimpangan hilir mudik kendaraan tak bisa dicegah. Padahal dalam woro-woro di beberapa media, panitia sudah memberitahukan bahwa ruas jalan di rute sisi ini steril mulai pukul 00.00 – 09.00.
Ya, never give up! Beruntung gerimis mulai turun di seputaran Harmoni. Namun ada yang hilang sepertinya. Pemandangan khas dini hari di kawasan Hayam Wuruk.
Beberapa polisi dan petugas Dishub plus marshal memang membantu mengatur lalu lintas. Namun bagi pelari hore macam saya, tetap saja harus menghentikan langkah atau mengurangi pace ketika melewati persimpangan seperti itu.
***
Sterilisasi jalur merupakan janji abadi di Jakarta Marathon. Terlebih saat memasuki kawasan Hari Bebas Kendaraan dari depan Istana sampai Bundaran HI. Meskipun di kawasan itu dibikin jalur khusus dengan cone-cone dan ada penjaganya, tetap saja orang umum nyelonong. Sepertinya sosialisasi soal lomba dan konsekuensinya terhadap masyarakat belum menyebar merata.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, rute selepas Bundaran HI menuju ke Kuningan – Gatotsubroto – Semanggi – putar balik TVRI – Semanggi – Gatotsubroto – Kuningan – Bundaran HI menjadi rute pengembaraan bagi pelari medioker seperti saya.
Jika sebelumnya masih barengan dengan kategori HM (putar balik di perempatan Plaza Mandiri selepas Bundaran HI), maka di rute ini hanya kategori FM saja yang ada. Jika ada teman pelarian bersyukur, kalau sendiri ya syukurin. Mana marshal hampir semuanya lelaki yang tak manis-manis amat.
Beruntungnya, di rute ini bertebaran WS yang dikelola komunitas lari. Mereka dengan polah tingkah dan gaya yang “segar” menjadi penghibur tersendiri di jalur Kuningan yang sedang “diobrak-abrik” proyek LRT dan terowongan. Juga di jalur Gatot Subroto yang monoton itu.
Di sektor “selatan Monas” ini saya perhatikan juga minim toilet portabel. Dari tanjakan Kuningan di ujung utara Jalan HR Rasuna Said sampai putar balik TVRI kembali ke garis finish, saya hanya melihat dua toilet portabel. Pertama, di dekat Kementerian Kesehatan dan yang kedua di Jalan Imam Bonjol dekat KPU. Kalau tidak salah lihat, sebab toiletnya benar-benar portabel dan hanya satu unit. Berbeda dengan sebelumnya yang menggunakan toilet mobil.
Jadi, kalau kebelet pipis atau pup, ya never give up untuk mencari toilet di gedung perkantoran yang umumnya tutup di hari Minggu atau menyelinap di balik pohon. Atau menahannya sampai ketemu SPBU satu-satunya di jalur “selatan” ini, yakni sebelum Gedung Patrajasa Gatot Subroto.
Selain jalur yang kurang nyaman, terutama di Jalan HR Rasuna Said mengarah ke perempatan Gatot Subroto (sebagian jalur melewati jalan aspal yang miring), para peserta di rute ini juga harus sigap melawan “keganasan” kendaraan bermotor. Bunyi klakson bertalu-talu merupakan hal yang lumrah. Atau “mengerem” kecepatan lari begitu ada kendaraan yang tak mau mengalah saat mau belok memotong jalur pelari.
Bahkan seorang pelari dari Tangerang, Jan Arthur, seperti yang di-curhat-kannya di dalam media sosial, ketabrak mobil dari belakang di sekitar KM 19, tak jauh dari batas wilayah hari bebas kendaraan bermotor di bundaran HI. Meski cedera di bagian kepala, Arthur tetap meneruskan lombanya dengan berjalan kaki hingga menyentuh garis finish.
Namun ada sebuah “drama” lain yang menyedot perhatian banyak peserta dan ramai dibicarakan di media sosial. Siapakah dia?
Toh dengan segala kekurangan dari tahun ke tahun, Chairman Jakarta Marathon 2017 Sapta Nirwandar keukeuh berambisi menyaingi New York Marathon. ”Jadi, kami harus jadikan Jakarta Marathon satu kelas dengan Boston atau Berlin Marathon,” katanya dalam jumpa pers, Rabu (25/10), seperti dikutip Kompas.
Tiga kota tersebut merupakan tiga dari enam kota tempat World Major Marathon (WMM) dunia dilaksanakan. Kota lainnya adalah Tokyo, London, Chicago.
Bagi yang sudah ikut Jakarta Marathon lebih dari sekali, jangan lantas berkomentar, “mimpi kali ye ….”
Marilah kita sama-sama mengucapkan mantra Never give up! ke panitia.
Review Pedalku
Race Central | *** |
Rute Lari | ** |
Pos Hidrasi | **** |
Refreshment | **** |
Marshal | ** |
Pengamanan | ** |
Medik | **** |
Medali | ** |
Jersey | ** |
RPC | *** |
Keterlibatan warga | ** |
* biasa; ** cukup; *** bagus; **** bagus sekali; ***** sempurna |
(Foto-foto diambil dari Facebook)
Add comment