pedalku.com – “Saya sudah lari lama. Latihan sudah cukup keras. Tetapi kok pace saya segitu-gitu aja ya. Apa yang salah?”
“Berat badan saya semula 135 kilogram. Sekarang beratnya 96 kilogram dan sudah kuat lari 6 kilometer, apakah saya sudah bisa lari 10 km. Atau harus menurunkan berat badan dulu?”
“Saya kemarin lari half marathon, long run tetapi tiba-tiba lutut saya sakit. Apa yang salah, cara lari atau bagaimana? Kenapa bisa cedera?”
Menarik mengikuti acara “Running Talk Road to Compression Run 2018” yang berlangsung di Scientia Square Park, Sumarecon Gading Serpong, Minggu (4 November 2018) lalu. Acara yang diikuti lebih dari 150 orang itu menghadirkan pembicara yang sudah tidak asing lagi di dunia perlarian coach Andri Yanto dan Jimmy Pangestoe dengan moderator Agus “Abah” Hermawan. Sebelum acara bincang lari itu, para peserta melakukan fun run di kawasan Sumarecon Gading Serpong sejauh 5 kilometer.
Coach Andri dikenal sebagai penulis, pembicara, praktisi media sosial, dan juga pelatih lari rekreasi. Sementara Jimmy Pangestoe (41) yang ngepop dengan panggilan Jipang adalah salah satu pendiri dan mentor dari Pondok Hijau Golf Running Club. Saat bekerja di Pfizer Inc Amerika Serikat dia adalah pelari yang bergabung di dalam Pfizer Corporate Running Team. “Itu semacam pelari elite perusahaan. Di AS sana biasa setiap corporate memiliki tim pelari elite,” kata Jipang. Di tim itulah Jipang yang memiliki PB marathon 3 jam 23 menit ini berlatih atletik selama delapan tahun.
Menurut Andri, banyak orang memaksakan diri untuk berlari tanpa menjalani latihan yang tepat yang berakibat pada cedera. “Sebagai pelari kantoran, latihan haruslah menyenangkan dan moderat saja. Latihan tidak perlu sampai muntah-muntah, misalnya,” kata Andri.
Latihan saja tidak cukup karena istirahat dan asupan nutrisi yang tepat juga menjadi faktor untuk performa lari seseorang. Latihan misalnya, harus dilakukan dengan tepat dan konsisten.
“Untuk seorang pemula latihan tiga kali sepekan sudah cukup. Sementara untuk mereka yang sudah berlari lebih lama bisa meningkatkannya menjadi empat kali seminggu, dan mereka yang berpengalaman bisa sampai 5 – 6 kali seminggu,” ujarnya.
Mileage alias jarak total lari yang dilakukan per minggu minimal harus mencapai 35-40 kilometer. Latihan juga harus bervariasi dan memasukkan menu latihan kecepatan atau interval (quality run). Itu pun tidak boleh berlebihan, cukup 10 persen saja dari total kilometer mingguan.
Andri mengatakan, latihan tidak melulu lari tetapi harus dibarengi dengan latihan penguatan atau strength. “Masukkan latihan strength 1-2 kali sepekan dalam program latihan,” katanya. Dengan demikian otot-otot yang digunakan untuk lari akan semakin kuat dan terlatih sehingga mengurangi cedera pada pelari.
Tidak itu saja, hal yang sering diabaikan para pelari kantoran adalah waktu istirahat yang cukup. Tidur minimal tujuh jam sehari harus menjadi tuntutan yang dipenuhi mereka yang berlatih lari dan berkeinginan mendapatkan performa yang baik. “Kita bukan atlet yang tidurnya minimal 10 jam sehari. Atlet nasional Agus Prayogo itu, selepas isya sudah pergi istirahat, tidur,” ungkap Andri.
Dia juga mengingatkan, pelari juga harus memperhatikan asupan gizi atau nutrisi yang seimbang. “Gimana mau performa lari bagus, kalau makanannya gorengan melulu,” katanya.
“Sebenarnya tidak ada yang rahasia di dunia lari. Kuncinya: train well – eat well – rest well (repeat),” ujar Andri.
Disiplin tinggi
Coach Jipang yang menceritakan pengalamannya saat berlatih di tim Pfizer mengatakan, disiplin terhadap menu program latihan menjadi kunci keberhasilan seorang pelari mendapatkan performa terbaiknya. Saat dia sebagai pemula dan mulai berlatih, coach-nya hanya memberi jadwal latihan sepekan tiga kali dengan variasi menu latihan yang ditentukan mulai dari easy run, cross training hingga long run. Setelah itu barulah dia mendapatkan tambahan menu dengan berlatih lima kali sepekan sampai dua kali dalam sehari.
“Semua itu harus dijalani dengan disiplin,” kata Jipang. Jika pelatih menjadwalkan dirinya rest day atau beristirahat jangan coba-coba melakukan latihan atau olahraga lain di luar menu program.
“Sekali ketahuan kita saat seharusnya rest day, tetapi kepergok sepedaan atau sedang hiking bisa langsung di-kick dari tim. Out!” kenangnya.
Semua menu di program latihan ada maksud dan tujuannya. Latihan interval misalnya, bagus untuk meningkatkan VO2 max, postur, serta efesiensi lari. Sementara latihan tempo run bagus untuk melatih ketahanan atau endurance. Long run pada saat akhir pekan juga sangat bermanfaat untuk recovery serta melatih mental seorang pelari. “Dengan long run kita berlatih untuk berlari selama 2-3 jam. Dengan demikian tubuh dan mental kita akan siap untuk lari maraton misalnya,” ujar Jipang.
Baik Andri maupun Jipang mengingatkan, latihan-latihan lari harus dilakukan secara bertahap untuk menghindari cedera. “Not too far, too fast and too soon,” kata Andri Yanto. Jangan terlalu cepat menaikan jarak lari, terlalu cepat dan terlalu dini melakukannya. Semua ada tahapannya dan kita harus sabar menjalaninya.
Selain itu, berlatih lari juga jangan malah membuang-buang waktu.“Semua latihan harus ada tujuannya, objektif dari kita latihan itu untuk apa? Jangan membuang-buang waktu,” tambah Jipang.
Add comment