Pedalku.com – Pandemi Covid 19 yang memaksa orang berdiam di rumah lima bulan terakhir ini, tak dipungkiri memunculkan kerinduan kapan bisa gowes jauh lagi. Apalagi bagi sebagian pedalis yang tahun ini sudah merencanakan touring dan terpaksa harus mejadwal ulang entah kapan.
Keputusan pemerintah memberlakukan pelonggaran setelah dirasa masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) cukup, makin kuat memunculkan kerinduan tersebut. Ada yang berani coba-coba touring, tapi di satu sisi ada juga keraguan, mengingat laju peningkatan penderita Covid 19 di Indonesia justru kian meningkat akhir-akhir ini.
Itulah salah satu yang mendasari diselenggarakannya Webinar Touring Sepeda di Era New Normal yang digagas oleh Jelajah Lintas Nusa (JLN), sebuah event organizer yang didirikan oleh para petouring sepeda. Nara sumber yang dihadirkan pun, cukup dikenal oleh para pedalis.
Ada Nugroho F. Yudho, Direktur JLN dan juga penggagas Jejalah Sepeda Kompas. Sebagai penyeimbang dihadirkan dokter yang juga seorang pesepeda yang biasa touring sendirian ke berbagai belahan negara, Aristi Prajwalita Madjid. Webinar yang juga jadi ajang kangen-kangenan para alumni Jelajah Sepeda Kompas ini dimoderatori oleh Agus Hermawan.
Di awal webinar ini, Mas Nug, begitu Nugroho F. Yudho sering disapa, menceritakan pengamatannya proses perjalanan seorang pesepeda. “Awalnya cuma ikut sepeda bareng komunitas, terus ikut fun bike, dan setelah itu mencoba gowes jauh.” Dan touring sepeda menurut mas Nug adalah “pencapaian tertinggi” dari seorang pesepeda.
Mas Nug yakin, banyak pesepeda ingin touring saat ini. Apalagi pemerintah sudah memberi sinyal untuk memberlakukan New Normal. Hanya saja, karena penyebaran covid di Indonesia masih sangat tinggi, maka bila sudah “kebelet” touring, Mas Nug mengingatkan beberapa hal yang harus diperhatikan.
Jumlah peserta menjadi catatan utama. “Kemarin kami melakukan touring Jakarta-Purwokerto dengan tiga orang teman. Touring dengan peserta empat orang itu paling pas untuk kondisi sekarang. Kalau mau jadi enam apa delapan, menurut saya masih oke.”
Destinasi juga harus jadi pertimbangan yang matang. Mas Nug menyarankan memilih tempat-tempat yang “hijau” penyebaran covidnya. Syukur-syukur distinasi yang lebih banyak alam terbuka. Dan yang penting juga, jarak ideal gowes tidak lebih dari 80 km tiap harinya. “Sore sudah finish, dan malamnya bisa menikmati kuliner atau wisata di tempat tujuan.”
Rapid test juga wajib dilakukan para peserta touring. “Sebaiknya dilakukan sehari sebelum berangkat,” saran Mas Nug yang sudah melakukan simulasi touring selama masa pandemi dengan SOP yang ketat. Bahkan saat kuniner, masuk hotel, beribadah, semua dibuat SOP-nya. “Saat masuk hotel, kita harus tanya, berapa jumlah tamunya. Kita harus cek resto tempat sarapan. Bila tak memungkinkan, kita minta sarapan diantar ke kamar. Begitu juga saat kuniner. Kita harus mensterilkan dulu meja tempat kita makan. Memang agak ribet, tapi itu harus kita lakukan.”
“Gembolan” para petouring di masa sekarang ini juga makin besar, karena mereka wajib membawa barang-barang yang dulu tak diperlukan. “Disinvektan, hand sanitazer, masker cadangan, thermo gun dll, itu barang yang wajib ada.”
Masih banyak hal-hal yang harus dilakukan ketika memilih touring di masa pandemi ini. Termasuk menjaga jarak selama di perjalanan dan selalu cuci tangan saat istirahat. “Jadi kesimpulannya bila memilih untuk touring di masa pandemi ini, wajib mengikuti protokol agar tetap aman,” tandas Mas Nug.
Bagaimana tanggapan dr. Aristi? Ia tetap berkeyakinan sebaiknya tetap “stay at home” selama belum ditemukan vaksin Corona. Meski sangat mengapresiasi SOP yang sudah disimulasikan oleh Nugroho F. Yudho, tapi Aristi menilai touring selama masa pandemi tetap rentan penularan Covid 19.
Ada beberapa catatan penting yang diutarakan. Rapid test yang dilakukan sehari sebelum touring, bukan jaminan peserta bebas virus Corona karena masa inkubasi virus itu rata-rata 4-5 hari. Gowes berjam-jam sehari secara teori juga bisa menurunkan imun tubuh. “Yang paling bagus itu berolahraga 30-60 menit sehari agar imun tubuh meningkat.”
Tak hanya itu, daerah yang penyebaran covidnya masuk zona hijau belum jaminan aman. Pasalnya yang saat ini dikhawatirkan justru para OTG alias Orang Tanpa Gejala. Mereka membawa virus tapi karena imun tubuhnya bagus, maka ia tetap kelihatan sehat.
Aristi lalu menceritakan ada 4 orang teman yang konsultasi karena mereka ternyata positif covid, meski ia tak mengalami gejala apa-apa. “Dia rajin olahraga, tapi saat dites rapid hasilnya reaktif. Maka saya anjurkan melakukan swab, ternyata hasilnya positif. Setelah dinyatakan positif, dia harus isolasi.”
Meski tampak kontroversi pandangan dua pembicara di webinar ini, tapi moderator tak membenturkan keduanya. Pilihan tetap ada pada peserta mau menentukan kapan waktunya untuk touring.
Ya, semua pasti akan touring pada waktunya. Mau pilih sekarang dengan SOP yang ketat atau nunggu setelah vaksin ditemukan dan aman sesuai rekomendasi WHO. Pilihan ada pada Anda!
Foto: Dimas Basudewo
Add comment