Netfit, Jakarta — Legenda lari jarak jauh Indonesia, Eduardus Nabunome menyelesaikan pengabdiannya pada Senin (12/10/2020) pukul 21.20 WIB. Pelari yang kemudian aktif sebagai pelatih lari muda, sebelum tutup usia mendapat serangan jantung saat melatih di Kompleks Gelora Bung Karno, Senayan pada hari Sabtu (10/10/2020) dan dibawa ke RS Medistra Gatot Subroto, Jakarta. Eduardus meninggalkan seorang isteri dan enam orang anak yang masih anak-anak dan remaja.
Kabar dirawatnya Bung Edu di rumah sakit segera tersebar di berbagai grup pelari. Para pelari mencoba secara swadaya melakukan penggalangan dana untuk pengobatan mantan atlet kebanggaan Indonesia itu.
Sejak olahraga lari merebak, Edu memang menjadi pelatih sejumlah pelari rekreasional. Selain melatih atlet profesional, pengabdiannya di dunia atletik antara lain dilakukan dengan melatih sejumlah pelari remaja, tanpa memungut bayaran.
“Orang yg bersahaja dan bersahabat. Meskipun dia seorang pemegang rekor nasional maraton tetap mau menyapa para pelari yg lebih muda,” kata coach Andri Yanto. Andri dan Edu pada satu kesempatan pernah menjadi nara sumber bareng di acara “Road to Borobudur Marathon Reborn” saat awal event lari tersebut berbenah diri.
Menurut Andri, ada satu hal yang belum kita lakukan yaitu membuat biografi atau buku perjalanan karier tentang seorang Eduardus Nabunome, sebagai pelari legenda. “Ya seperti buku tentang pelari peraih medali emas maraton Olimpiade Emil Zatopek atau Frank Shorter. Jadi buku itu bisa menjadi bahan pembelajaran dan memperkaya wawasan kita semua,” katanya.
Banyak cita-cita Edu yang belum terwujud. Saat berbincang dengan saya beberapa waktu lalu, dia antusias sekali jika membicarakan rekor-rekor lari yang belum juga terpecahkan. Salah satu di antaranya adalah rekor nasional (rekornas) lari maraton dengan catatan waktu 2 jam 19 menit 18 detik. Bahkan, menurutnya, ada seorang tokoh yang menjanjikan hadiah sebuah Toyota Kijang Innova jika ada pelari yang bisa memecahkan rekornya itu di event Jakarta Marathon dua tahun lalu.
Akhir Februari 2020 lalu, event Indonesia Marathon yang gagal digelar, dalam jumpa pers, menjanjikan hadiah khusus Rp 1 milyar bagi peserta nasional yang mampu memecahkan rekor nasional nomor maraton yang dipegang Eduardus.
Edu mulai semakin aktif melatih pelari sekitar tiga tahun lalu, bersamaan dengan semakin digandrunginya olahraga lari. Sejumlah pelari yang tergabung dalam komunitas di kawasan Foresta, BSD City yang sedang mempersiapkan diri ke Maybank Marathon Bali 2017 dan Berlin Marathon berlatih kepadanya.
Saat itu terlihat, Edu begitu antusias setiap pagi Sabtu sudah berada di kawasan BSD dengan stop watch, dan log book para pelari. Dia mencatat setiap data para pelari dan menyesuaikan latihannya. Gayanya sabar, menyemangati dan sama sekali tidak ada pelari didikannya dilatih hingga kepayahan.
Julian Sumardjo, pelari yang menjadi siswa latihnya sejak empat tahun lalu mengatakan sangat berkesan dengan Eduardus. “Om Edu, orang hebat yang sangat sabar. Om Edu pelatih yang melatih dengan gaya yang sangat sederhana. Sangat rendah hati. Melatih orang bukan atas dasar apa yang menjadi kemauan seorang pelatih, tapi lebih melihat apa yang bisa dikembangan lebih lagi dari kemampuan setiap individu,” kenang Julian.
Menurutnya, saat itu Edu menyampaikan bahwa komunitas Julian dan kawan-kawannya merupakan komunitas pertama yang dia latih selain melatih atlet-atlet profesional. Saat mempersiapkan diri ke Tokyo Marathon 2016, Julian berlatih pertama kali dan selanjutnya dia mengajak rekan-rekan pelari lainnya di kawasan Foresta, BSD City. “Saya yang pada awalnya sama sekali enggak ngerti lari, bisa finish di Tokyo Marathon dengan waktu sekitar 4 jam 58 detik,” kenangnya.
Satu hal yang Julian kenang adalah, Eduardus pernah bilang ingin membuat Eduardus Center (Eduardus Atletic Club), tempat dia melatih, semakin besar dengan menciptakan atlet-atlet muda dari berbagai daerah dan dari keluarga biasa. “Dia butuh sponsor sepatu buat anak-anak itu,” kata Julian.
Serangan kedua
Serangan jantung pekan lalu, merupakan kedua kalinya yang diderita Edu setelah serangan pertama terjadi pada tahun 2017. Saat itu sejumlah siswa latihnya bergerak untuk membantunya. Seharusnya saat itu, Edu sudah menjalani operasi jantungnya.
Kemarin juga, untuk mengatasi pembiayaan rumah sakit dan operasi jantung mantan atlet yang pernah membawa nama besar Indonesia pada masanya itu, para pelari mencoba melakukan penggalangan dana melalui kitabisa.com.
Dalam penggalangan dana “Pahlawan Indonesia pada masanya butuh uluran tangan” yang diinisiasi oleh pelari Soehendro Kosasih itu hingga Selasa (13/10/2020) pagi itu telah terkumpul Rp 33.463.353 dari Rp 200 juta yang dibutuhkan.
“Beliau membutuhkan uluran tangan kita semua yang merupakan pahlawan bangsa pada masanya, dan juga menjadi pahlawan bagi keluarganya sampai sekarang sebab masih menjadi tulang punggung keluarga bagi anak-anak dan saudaranya, termasuk pembibitan atlet yunior. Sebagai pelatih di dunia lari, kondisi yang terjadi sekarang sangat membutuhkan uluran tangan dari kita semua,” demikian pengantar penggalangan dana buat Eduardus di kitabisa.com
Prestasi
Eduardus Nabunome, lelaki kelahiran NTT (1968) itu adalah legenda lari yang sangat disegani di kancah lari 10K pada zamannya. Bang Edu total mencatat 14 rekor lari jarak menengah periode 1980-2000. Bahkan hingga kini lima rekor nasional masih bertahan atas namanya.
Kelima nomor tersebut adalah lari 10 ribu meter jalan raya 29 menit 25 menit 10 detik yang dibuatnya pada Lomba Lari Bali 10 (1989); rekornas junior lari 10.000 meter trek 30:6, rekor PON lari 5.000 meter 14:20 serta rekor PON marathon 2: 19: 27 dan rekor SEA Games marathon 2: 20 :17 yang sudah 30 tahun belum terpecahkan.
Selamat jalan, Bung Edu, legenda dunia lari Indonesia….
Add comment