Pedalku.com – Kehadirannya tidak memalukan tuan rumah. Di saat peserta Jelajah Sepeda Manado Makassar (JSMM) terseok-seok di tanjakan, dia enteng saja mengayuh sepedanya. Bahkan, saat para peserta JSMM harus menguras tenaga dan tercecer ~ seperti terlihat di etape 4 Boroko – Gorontalo (129 km) ~ dia malah bolak balik, turun naik, bahkan terkadang membantu peserta lain untuk menapak tempat yang lebih tinggi.

Ya anak muda itu adalah Randy Runtuwene Mandagi. Dia salah seorang dari tiga jagoan tanjakan perwakilan peserta dari komunitas yang ada di Sulawesi Utara, selain Yudi Li Kendengis dan Dessen Korneles Limanto. Randy baru berumur 23 tahun. Termasuk muda, atau setengah dari rata-rata umur peserta JSMM yang umumnya memang telah memasuki umur Master B alias 45-50 tahun ke atas.

Bagi pesepeda yang berasal dari komunitas Tondano Cycling Club (TC2) itu, tanjakan yang dia lalui bersama tim JSMM bukanlah hal baru. Sejak tiga tahun lalu, setiap akhir pekan dia mencumbu tanjakan itu sehingga buatnya menjadi sangat bersahabat. “Setiap hari saya latihan rpm dengan sepeda DH,” ujarnya. Setiap akhir pekan, Randy mengayuh sepedanya dari Mega Mas ke Tomohon. Jarak rumahnya ke Mega Mas sekitar 26 km, dan meneruskannya ke Tomohon sekitar 80 kilometeran. “Jadi kalau akhir pekan, saya melahap 200 km-an,” ujar pekerja di perusahaan air minum Aqua di Manado ini.

Darah mudanya masih menggelegak. Tenaganya masih berlebih. Terkadang sebelum mengayuh sepedanya, dia terlebih dulu berlari sekitar 5 kilometer untuk memanaskan badan dalam waktu 40 menit. “Habis itu baru sambung sepedaan, latihan rpm sekitar 20 kilometeran,” ujarnya membuka rahasia kuat di tanjakan.

Hasil latihan kerasnya itupun berbuah manis. Saat pertama kali ikut balap sepeda dalam rangka HUT ke-391 kota Manado, pertengahan July 2014, Randy berhasil menjadi yang tercepat di kategori umum.

Randy - Photo-Lucky Mamudi

Dia memang tidak mau membuang tenaganya. Teknik dengan mengutamakan kayuhan rpm ~ dikenal dengan istilah ngicik bagi penggowes Jakarta ~ menjadi kekuatannya di tanjakan. “Makanya saat di tanjakan saya selalu mendahului karena kalau rpm rendah, saya cenderung malah capai,” kata penggowes yang memang penggemar tanjakan itu.

Keikutsertaannya dalam JSMM ini merupakan pengalaman turing terjauh pertamanya. Jika memungkinkan, dia ingin mengambil cuti panjang untuk bergabung dengan Jelajah Sepeda Kompas berikutnya. “Kapan lagi dapat kesempatan menggowes seperti JSMM ini?” ujarnya. Yup, ikut serta JSMM adalah sebuah keberuntungan dan tidak semua orang bisa menikmatinya, menggowes sambil menikmati keindahan Nusantara.

 

Jozlyn

Work hard, bike harder.

By riding a bicycle, I learn the contours of my country best, since i have to sweat up the hills and coast down them.

View all posts

Add comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Comments